Pages

Total Pengunjung

Property of I-Hikmah . Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

Contoh Istri Sholihah (Zainab binti Judair, Istri Syuraih Al-Qodli)


Suatu hari Syuraih Al-Qodhi (sang hakim) bertemu dengan Asy-Sy'abi, maka Asy-Sya'bi bertanya kepadanya tentang kondisinya di rumahnya. Maka Syuraih berkata : "Semenjak 20 tahun akan tidak pernah melihat sesuatu perkara dari istriku yang membuatku marah".

Asy-Sya'bi berkata : "Kok bisa demikian?"

Syuraih berkata : "Sejak malam pertama pernikahan aku menemui istriku maka aku melihat pada dirinya kecantikan yang sangat menggoda, kemolekan yang langka, maka aku berkata dalam diriku, "Aku akan berwudhu dan sholat dua raka'at, untuk bersyukur kepada Allah". Tatkala aku salam dari sholatku ternyata aku dapati istri menjadi makmum di belakangku. Tatkala aku menoleh kembali ternyata ia telah berada di atas tempat tidur. Lalu akupun mengulurkan tanganku kepadanya. Ia berkata, "Sebentar, tetaplah di posisimu wahai Abu Umayyah (kunyah panggilan Syuraih)", lalu ia berkata, "Segala puji bagi Allah, aku menyanjungNya, dan aku memohon pertolonganNya, serta aku bersholawat kepada Muhammad dan keluarganya, kemudian dari pada itu :

Sesungguhnya aku adalah seorang wanita asing yang tidak mengetahui tentang akhlakmu, maka tolong jelaskanlah kepadaku apa yang engkau sukai agar aku bisa kerjakan dan apa yang engkau benci untuk aku jauhi". Lalu ia berkata, "Sesungguhnya ada pada kaummu wanita yang bisa engkau nikahi, dan pada kaumku ada lelaki yang sekufu (setara) denganku (yang bisa menikahiku), akan tetapi jika Allah telah memutuskan keputusanNya maka yang terjadi adalah keputusanNya. Engkau telah memiliki diriku, maka lakukanlah apa yang Allah perintahkan kepadamu, (yaitu) menjalani pernikahan dengan pergaulan yang baik atau menceraikan dengan cara yang baik. Demikianlah apa yang aku haturkan kepadamu, dan memohon ampunan dari Allah untuk diriku dan untukmu"

Syuraih berkata, "Maka demi Allah wahai Asy-Sya'bi-, istriku menjadikan aku akhirnya untuk berkhutbah pada saat itu. Maka aku berkata :

"Segala puji bagi Allah, aku menyanjungNya dan memohon pertolonganNya, serta aku bersholawat kepada Muhammad dan keluarganya. Kemudian daripada itu :

Sesungguhnya engkau –wahai istriku- telah mengucapkan suatu perkataan yang jika engkau tegar di atasnya maka merupakan kebaikanmu, akan tetapi jika hanya merupakan pengakuan belaka maka akan menjadi boomerang bagimu. Sesungguhnya aku suka ini dan itu, dan aku membenci ini dan itu, maka apa saja kebaikan yang engkau lihat maka sebarkanlah, dan keburukan apa saja yang engkau lihat maka tutuplah".

Istriku berkata, "Bagaimana sikap yang kau sukai dalam kunjungan keluargaku?". Aku berkata, "Aku tidak ingin kunjungan mereka menjadikan aku bosan". Istriku berkata, "Siapa tetanggamu yang engkau sukai untuk masuk di rumahmu agar aku mengizinkannya, dan siapa tetanggamu yang engkau benci ?"

Aku berkata, "Banu Fulan orang-orang yang sholeh, dan banu fulan orang-orang yang buruk"

Syuraih berkata, "Maka malam itu akupun tidur bersamanya dengan malam yang terindah, dan aku hidup bersamanya setahun yang aku tidak melihat sesuatupun darinya kecuali yang aku sukai. Tidaklah datang hari bersamanya kecuali lebih baik dari hari sebelumnya. Tatkala genap setahun aku hidup bersamanya, suatu hari aku baru pulang dari tempat pengadilan (karena Syuraih adalah seorang hakim-pen) tiba-tiba di rumahku ada seorang wanita tua yang memerintah-merintah dan melarang-larang. Maka aku bertanya, "Siapa wanita ini?", maka istriku berkata kepadaku, "Itu adalah ibu istrimu". Lalu ibunya menoleh kepadaku dan bertanya kepadaku, "Bagaimana kau dapati istrimu?". Aku berkata, "Istri yang terbaik". Ibunya berkata, "Wahai Abu Umayyah, jika engkau melihat keraguan pada istrimu maka cambuklah ia !, didiklah ia dengan apa yang engkau kehendaki dan aturlah dia sesuai dengan yang kau kehendaki !" Dan setiap tahun ibunya datang mengunjungi kami dan mengucapkan perkataannya tersebut.

Akupun tinggal bersamanya selama 20 tahun, aku tidak pernah memarahinya sama sekali kecuali hanya sekali, dan sekali itupun akulah yang dzolim/salah kepadanya.

Dan istriku akhirnya meninggal. Sungguh aku berangan-angan agar aku memberikan sebagian umurku untuknya, atau aku dan dia meninggal bersama dalam hari yang sama" (Dirangkum dan digabung-gabungkan dari kitab Ahkaam Al-Qur'an li Ibnil 'Arobi 1/532 dan Ahkaam An-Nisaa' hal 239-240, serta sumber lainnya)
Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, 11-11-1434 H / 17 September 2013 M
Abu Abdil Muhsin Firanda
www.firanda.com

Agar Selalu Merindukan Kenikmatan Surga Yang Sempurna...

 
Kategori: Status Facebook Diterbitkan pada 19 July 2013 Klik: 1750
Print
Tdk ada kenikmatan yg sempurna di dunia ini, kenikmatannya sulit diraih, dan jika telah diraihpun tak kekal kenikmatannya.
Memakan kepiting yg begitu lezatnya pun butuh kepayahan untuk membuka cangkang kulitnya, setelah terbuka tdk bisa memakannya sebanyak-banyaknya dikarenakan kemampuan lambung terbatas dan kepiting berkolesterol tinggi.
Dan betapa banyak makanan yang lezat-lezat ternyata berkolestrol tinggi
Durian yg begitu lezatnya pun memiliki kulit berduri dan bau yang sangat tajam, serta berbahaya bagi yg berpenyakit kolesterol
Gulai kambing yg begitu lezatnya..., cumi..., udang..., telur puyuh..., otak...tidak ada yg sempurna kenikmatannya
Kenikmatan yg sempurna hanyalah di surga, mudah diraih, mudah untuk disantap, kelezatan yg tak terbatas dan kekal...
Ya Allah lindungilah kami dari pedihnya neraka dan celupkanlah kami dalam keledzatan surgamu yang abadi...

Status Facebook Ustad Firanda Akhlak yang Baik Terhadap Istri


Abu Hamid Al-Gozali rahimahullah berkata ;
"واعلم أن ليس حُسن الخلق مع المرأة كفَّ الأذى عنها، بل احتمال الأذى منها، والحلم عند طيشها وغضبها؛ اقتداءً برسول الله - صلى الله عليه وسلم - فقد كانت نساؤه تُراجعنه الكلام، وتَهجره الواحدة منهن يومًا إلى الليل"؛ ا.هـ.
"Ketahuilah bukanlah akhlak yang baik terhadap istri dengan menahan diri untuk tdk menyakitinya, akan tetapi akhlak yg mulia terhadap istri adalah bersabar terhadap gangguan istri, bijak dalam menghadapi ketidakstabilan dan kemarahan istri, dengan meneladani Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Sungguh istri-istri beliau pernah membantah perkataan beliau, bahkan salah seorang istri beliau menghajr (ngambek dan tdk mengajak bicara) Nabi sehari semalam"
(Al-ihyaa 4/720)

Mari Bershalawat



Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَتَانِيْ آتٍ مِنْ عِنْدِ رَبِّي عَزَّ وَ جَلَّ فَقَالَ : مَنْ صَلَّى عَلَيْكَ مِنْ أُمَّتِكَ صَلَاةً كَتَبَ اللهُ لَهُ بِهَا عَشْرَ حَسَنَاتٍ وَ مَحَا عَنْهُ عَشْرَ سَيِّئَاتٍ وَ رَفَعَ لَهُ عَشْرَ دَرَجَاتٍ وَ رَدَّ عَلَيْهِ مِثْلَهَا .

“Telah datang kepadaku malaikat dari sisi Rabbku ‘Azza wa Jalla, lalu ia berkata: “Barang siapa dari umatmu yang bershalawat kepadamu sekali, Allah akan tuliskan untuknya sepuluh kebaikan, di hapus darinya sepuluh keburukan, diangkat untuknya sepuluh derajat dan dijawab kepadanya seperti apa yang ia ucapkan”. (HR Ahmad dari Abu Thalhah).[1]

Allah Ta’ala dan malaikatNya bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan memerintahkan kaum mukminin untuk bershalawat dan mengucapkan salam kepada beliau. Allah Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. (Al Ahzab: 56).

Malaikat Jibril mendoakan kecelakaan kepada hamba yang disebutkan nama beliau namun tidak bershalawat kepadanya, dan diaminkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda:

شَقِيَ عَبْدٌ ذُكِرْتَ عِنْدَهُ وَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْكَ فَقُلْتُ آمِيْنَ

“Semoga celaka seorang hamba yang namamu disebut di sisinya namun ia tidak bershalawat kepadamu.” Beliau bersabda, “Amiin.” (HR Al Bukhari dalam kitab Al Adabul Mufrod).[2]

Bahkan beliau menganggapnya sebagai orang yang bakhil.

الْبَخِيلَ مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ.

“Orang bakhil adalah orang yang apabila disebutkan namaku di sisinya, ia tidak bershalawat kepadaku.” (HR An Nasai, At Tirmidzi dan lainnya).[3]

Sesungguhnya banyak bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam akan mengampuni dosa dan mencukupi keinginan. Dalam hadits:

وعن أُبَيِّ بن كعبٍ – رضي الله عنه – : كَانَ رسول الله – صلى الله عليه وسلم – إِذَا ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ قَامَ ، فَقَالَ : (( يَا أَيُّهَا النَّاسُ ، اذْكُرُوا اللهَ ، جَاءتِ الرَّاجِفَةُ ، تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ ، جَاءَ المَوْتُ بِمَا فِيهِ ، جَاءَ المَوْتُ بِمَا فِيهِ )) قُلْتُ : يَا رسول الله ، إنِّي أُكْثِرُ الصَّلاَةَ عَلَيْكَ ، فَكَمْ أجْعَلُ لَكَ مِنْ صَلاَتِي ؟ فَقَالَ : (( مَا شِئْتَ )) قُلْتُ : الرُّبُع ، قَالَ : (( مَا شِئْتَ ، فَإنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ )) قُلْتُ : فَالنِّصْف ؟ قَالَ : (( مَا شِئْتَ ، فَإنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ )) قُلْتُ : فالثُّلُثَيْنِ ؟ قَالَ : (( مَا شِئْتَ ، فَإنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ )) قُلْتُ : أجعَلُ لَكَ صَلاَتِي كُلَّهَا ؟ قَالَ : (( إذاً تُكْفى هَمَّكَ ، وَيُغْفَر لَكَ ذَنْبكَ )) رواه الترمذي ، وقال : (( حديث حسن )) .

“Dari Ubayy bin Ka’ab radliyallahu ‘anhu berkata, “Apabila telah berlalu sepertiga malam, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri bersabda, “Wahai manusia, berdzikirlah kepada Allah. Telah dekat Ar Rajifah (tiupan sangkakala pertama) yang diikuti oleh Ar Radifah (Tiupan sangkakala kedua). Telah dekat kematian beserta kedahsyatannya, telah dekat kematian beserta kedahsyatannya.” Aku berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku sering bershalawat untukmu, lalu berapa banyak aku jadikan shalawatku untukmu dalam do’aku?” Beliau bersabda, “Terserah keinginanmu.” Aku berkata, “Seperempat?” beliau bersabda, “Terserah kamu, bila kamu tambahkan lebih baik lagi.” Aku berkata, “ Setengah?” Beliau bersabda, “Terserah kamu, bila kamu tambahkan lebih baik lagi.” Aku berkata, “Dua pertiga?” Beliau bersabda, “Terserah kamu, bila kamu tambahkan lebih baik lagi.” Aku berkata, “Bagaimana bila aku jadikan seluruh do’aku untukmu?” Beliau bersabda, “Kalau begitu akan dicukupi keinginanmu dan diampuni dosamu.” (HR At Tirmidzi dan berkata, “Hadits Hasan.”).[4]

Shalawat menjadikan sebuah majelis dirahmati oleh Allah dan pelakunya tidak akan menyesal pada hari kiamat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَا قَعَدَ قَوْمٌ مَقْعَدًا لاَ يَذْكُرُونَ فِيهِ اللَّهَ , عَزَّ وَجَلَّ , وَيُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم إِلاَّ كَانَ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، وَإِنْ دَخَلُوا الْجَنَّةَ لِلثَّوَابِ

“Tidaklah suatu kaum duduk dan tidak mengingat Allah Azza wa jalla dan tidak bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kecuali akan menjadi penyesalan bagi mereka pada hari kiamat, walaupun mereka masuk surga karena pahala.” (HR Ahmad dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah).[5]

Shalawat membuka hijab do’a seorang hamba kepada Allah, karena do’a yang tidak disebutkan padanya shalawat akan terhalang sebagaimana dalam hadits:

كُلُّ دُعَاءٍ مَحْجُوْبٌ حَتَّى يُصَلَّى عَلَى النَّبِيِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

“Setiap do’a itu terhalang sampai bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR Ibnu Makhlad dari Ali bin Abi Thalib).[6]

Fadlalah bin ubaid Al Anshari radliyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mendengar seseorang berdo’a dalam shalatnya, ia tidak memuji Allah dan tidak bershalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda, “Orang ini tergesa-gesa.” Lalu beliau memanggilnya dan bersabda:

إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِتَحْمِيدِ رَبِّهِ جَلَّ وَعَزَّ وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِ ثُمَّ يُصَلِّى عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ يَدْعُو بَعْدُ بِمَا شَاءَ

“Apabila salah seorang dari kamu berdo’a, hendaklah ia memulai dengan memuji Rabbnya Azza wa Jalla dan menyanjungNya, kemudian bershalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian berdo’a setelah itu dengan apa yang ia inginkan.” (HR Abu Dawud, At Tirmidzi dan lainnya).[7]

Kaidah yang harus kita ketahui dalam masalah shalawat adalah bahwa kita tidak diperkenankan bershalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan lafadz yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah. Dahulu para shahabat bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang lafadz shalawat:

عَنْ أَبِى مَسْعُودٍ الأَنْصَارِىِّ قَالَ أَتَانَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَنَحْنُ فِى مَجْلِسِ سَعْدِ بْنِ عُبَادَةَ فَقَالَ لَهُ بَشِيرُ بْنُ سَعْدٍ أَمَرَنَا اللَّهُ تَعَالَى أَنْ نُصَلِّىَ عَلَيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَكَيْفَ نُصَلِّى عَلَيْكَ قَالَ فَسَكَتَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- حَتَّى تَمَنَّيْنَا أَنَّهُ لَمْ يَسْأَلْهُ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قُولُوا « اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِى الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. وَالسَّلاَمُ كَمَا قَدْ عَلِمْتُمْ

“Dari Abu mas’ud Al Anshari berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi kami yang sedang berada di majelis Sa’ad bin Ubadah. Basyir bin Sa’ad berkata, “Allah telah memerintahkan kami untuk bershalawat kepada engkau wahai Rasulullah, lalu bagaimana bershalawat kepadamu?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diam hingga kami berharap ia tidak bertanya kepadanya. Kemudian beliau bersabda, “Ucapkanlah: Allahumma Shalli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad kamaa shollaita ‘alaa aali Ibrahin wa baarik ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad kamaa baarakta ‘alaa aali Ibraahim fil’aalamiina innaka hamiidun majiid.” Adapun salam sebagaimana yang telah kamu katahui.” (HR Muslim).

Lihatlah para shahabat bertanya kepada Rasulullah tentang shalawat, padahal mereka adalah kaum yang sangat fasih bahasa arabnya, mereka mampu menggubah sya’ir yang indah untuk bershalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ini menunjukkan bahwa lafadz shalawat bersifat tauqifiyah artinya harus menunggu dalil dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak boleh membuat buat sendiri shalawat yang tidak diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Ada beberapa lafadz shalawat yang diajarkan oleh nabi shallallahu ‘alaihi wasallam[8]:

1 – ( اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَّجِيْدٌ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ بَيْتِهِ وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ) (رواه أحمد والطحاوي بسند صحيح )

 2 – ( اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى [ إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى ] آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى [ إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى ] آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ) ( البخاري ومسلم )

 3 – اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ [ وَآلِ إِبْرَاهِيْمَ ] إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى [ إِبْرَاهِيْمَ ] وَآلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ) (رواه أحمد والنسائي وأبو يعلى )

 4 – ( اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ [ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ ] وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى [ آلِ ] إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ [ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ ] وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى [ آلِ ] إِبْرَاهِيْمَ فِي الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ )  (رواه مسلم وأبو عوانة )

5- ( اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى [ آلِ ] إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ [ عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ ] [ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ] كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ [ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ ] ) (رواه البخاري والنسائي والطحاوي وأحمد )

6- اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ (عَلَى) أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى (آلِ) إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ (عَلَى) أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى (آلِ) إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. (رواه البخاري ومسلم والنسائي)

7- اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ وَبَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَ آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. (رواه النسائي)



Tempat dan waktu bershalawat.

Bershalawat kepada Rasulullah amat dianjurkan pada keadaan-keadaan berikut:

1. Di hari jum’at.

Dari Aus bin Aus berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ قُبِضَ وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ فَأَكْثِرُوا عَلَىَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِيهِ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَىَّ ». قَالَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ تُعْرَضُ صَلاَتُنَا عَلَيْكَ وَقَدْ أَرِمْتَ يَقُولُونَ بَلِيتَ. فَقَالَ « إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ حَرَّمَ عَلَى الأَرْضِ أَجْسَادَ الأَنْبِيَاءِ ».

“Sesungguhnya diantara hari yang paling utama adalah hari jum’at; di hari tersebut Adam diciptakan dan dicabut nyawanya. Di hari itu terjadi tiupan sangkakala dan manusia jatuh tersungkur. Maka perbanyaklah bershalawat kepadaku pada hari tersebut, karena shalawat kalian akan ditampakkan kepadaku.” Mereka berkata, “Bagaimana akan ditampakkan kepadamu sementara engkau telah menjadi tulang belulang?” beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mengharamkan atas bumi untuk memakan jasad para Nabi.” (HR Abu dawud).[9]

2. Setelah mendengarkan adzan.

Dari Abdullah bin Amru bin Al ‘Ash bahwa ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا

“Apabila kamu mendengar muadzin maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkan oleh muadzin kemudian bershalawatlah kepadaku karena orang yang bershalawat kepadaku sekali maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.” (HR Muslim).

3. Masuk masjid.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلْيُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَ لْيَقُلْ : اللَّهُمَّ افْتَحْ لِيْ أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ وَ إِذَا خَرَجَ فَلْيُسَلِّمْ عَلَى النَّبِيِّ وَ لْيَقُلْ : اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ

“Apabila salah seorang dari kamu hendak masuk masjid, hendaklah ia bershalawat atas nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengucapkan: “Allahummaftahlii abwaaba rohmatika” (Ya Allah, bukakanlah untukku pintu rahmatMu). Dan apabila hendak keluar maka ucapkanlah: “Allahumma inni as-aluka min fadllika” (Ya Allah aku memohon karuniaMu).” (HR Ahmad dan Muslim dari Abu Humaid).[10]

4. Ketika berdo’a.

Karena do’a akan terhalang bila tidak bershalawat, sebagaimana dalam hadits lalu:

كُلُّ دُعَاءٍ مَحْجُوْبٌ حَتَّى يُصَلَّى عَلَى النَّبِيِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

“Setiap do’a itu terhalang sampai bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR Ibnu Makhlad dari Ali bin Abi Thalib).[11]

5. Tasyahud awal dan akhir.

Berdasarkan hadits Abu Mas’ud Uqbah bin Amru:

أَقْبَلَ رَجُلٌ حَتَّى جَلَسَ بَيْنَ يَدَىْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَنَحْنُ عِنْدَهُ فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَمَّا السَّلاَمُ عَلَيْكَ فَقَدْ عَرَفْنَاهُ ، فَكَيْفَ نُصَلِّى عَلَيْكَ إِذَا نَحْنُ صَلَّيْنَا عَلَيْكَ فِى صَلاَتِنَا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْكَ. قَالَ : فَصَمَتَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- حَتَّى أَحْبَبْنَا أَنَّ الرَّجُلَ لَمْ يَسْأَلْهُ ثُمَّ قَالَ :« إِذَا أَنْتُمْ صَلَّيْتُمْ عَلَىَّ فَقُولُوا : اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ النَّبِىِّ الأُمِّىِّ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ النَّبِىِّ الأُمِّىِّ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ».

“Ada seseorang datang lalu duduk di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sementara kami berada di sisinya. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, kami telah mengetahui cara mengucapkan salam kepada engkau. Lalu bagaimana kami bershalawat kepadamu apabila apabila kami hendak membaca shalawat di dalam sholat kami? Semoga Allah bershalawat kepadamu.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diam hingga kami suka kalau ia tidak bertanya demikian. Kemudian beliau bersabda, “Apabila kalian bershalawat kepadaku maka ucapkanlah: “Allahumma sholli ‘alaa Muhammadin Nabiyyil Umiyy… Alhadits (Lihat matan di atas). (HR Ahmad, ibnu Khuzaimah dan lainnya, dan di hasankan oleh Ad Daroquthni dalam sunannya).[12]

6. Shalat jenazah.

Berdasarkan perkataan seorang shahabat:

أَنَّ السُّنَّةَ فِى الصَّلاَةِ عَلَى الْجَنَازَةِ أَنْ يُكَبِّرَ الإِمَامُ ، ثُمَّ يَقْرَأُ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ بَعْدَ التَّكْبِيرَةِ الأُولَى سِرًّا فِى نَفْسِهِ ، ثُمَّ يُصَلِّى عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- وَيُخْلِصُ الدُّعَاءَ لِلْجَنَازَةِ فِى التَّكْبِيرَاتِ لاَ يَقْرَأُ فِى شَىْءٍ مِنْهُنَّ ، ثُمَّ يُسَلِّمُ سِرًّا فِى نَفْسِهِ.

“Yang sunnah di dalam shalat janazah adalah imam bertakbir kemudian membaca al fatihah setelah takbir yang pertama secara pelan pada dirinya. Kemudian bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengikhlaskan do’a untuk jenazah pada takbir-takbir selanjutnya dan tidak membaca apa-apa. Kemudian mengucapkan salam secara pelan pada dirinya.” (HR Asy Syafi’i).[13]

7. Dalam khutbah.

Ibnu Qayyim dalam kitabnya Jalaa-ul afhaam (hal 526) setelah menyebutkan atsar-atsar dari shahabat berkata, “Ini menunjukkan bahwa bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihoi wasallam dalam khutbah adalah perkara yang masyhur di kalangan para shahabat.”

8. Dalam majelis.

Berdasarkan hadits yang telah berlalu:

مَا قَعَدَ قَوْمٌ مَقْعَدًا لاَ يَذْكُرُونَ فِيهِ اللَّهَ , عَزَّ وَجَلَّ , وَيُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم إِلاَّ كَانَ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، وَإِنْ دَخَلُوا الْجَنَّةَ لِلثَّوَابِ

“Tidaklah suatu kaum duduk dan tidak mengingat Allah Azza wa jalla dan tidak bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kecuali akan menjadi penyesalan bagi mereka pada hari kiamat, walaupun mereka masuk surga karena pahala.” (HR Ahmad dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah).[14]

9. Ketika disebut nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Ini berdasarkan hadits yang telah kita sebutkan sebelumnya:

شَقِيَ عَبْدٌ ذُكِرْتَ عِنْدَهُ وَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْكَ فَقُلْتُ آمِيْنَ

“Semoga celaka seorang hamba yang namamu disebut di sisinya namun ia tidak bershalawat kepadamu.” Beliau bersabda, “Amiin.” (HR Al Bukhari dalam kitab Al Adabul Mufrod).[15]

Bahkan beliau menganggapnya sebagai orang yang bakhil.

الْبَخِيلَ مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ.

“Orang bakhil adalah orang yang apabila disebutkan namaku di sisinya, ia tidak bershalawat kepadaku.” (HR An Nasai, At Tirmidzi dan lainnya).[16]

10. Disela-sela takbir dalam shalat ‘ied.

Dari ‘Alqamah bahwa Al Walid bin Uqbah keluar menuju Abdullah bin Mas’ud, Abu Musa dan Hudzaifah, ia berkata, “Sesungguhnya hari ‘ied telah dekat, bagaimana cara bertakbir padanya?” Abdullah bin Mas’ud berkata: “Mulailah dengan bertakbir sebagai pembuka shalatmu, lalu pujilah Rabbmu dan bershalawat kepada Nabi Muhammad. Kemudian kamu berdo’a dan bertakbir dan kamu lakukan lagi seperti tadi.. dan diakhir kisah tersebut disebutkan bahwa Abu Musa dan hudzaifah membenarkannya. (HR Al Baihaqi dalam sunannya 3/291).[17]

Walaupun ini adalah perkataan ibnu Mas’ud, namun disetujui oleh shahabat lainnya dan tidak diketahui adanya shahabat lain yang menyelisihi beliau. Oleh karena itu imam Al baihaqi setelah menyebutkan atsar tersebut berkata, “Ini adalah mauquf dari perkataan ibnu Mas’ud, namun kita mengikuti beliau dalam berdzikir di sela-sela takbir karena tidak ada riwayat dari shahabat lain yang menyelisihi beliau. Tetapi kita menyelisihi ibnu Mas’ud dalam jumlah takbir berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan perbuatan penduduk makkah dan Madinah dan amalan kaum muslimin sampai hari ini.”[18]






[1] Dishahihkan oleh Syaikh Al AlBani dalam Shahih Jami’ non 57.

[2] Al Adabul Mufrod 1/224 no 644.

[3] Dishahihkan oleh Syaikh Al AlBani dalam Shahih Jami’ no 5189.

[4] Dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam silsilah shahihah no 954.

[5] Syaikh Al Albani berkata, “Shahih.” Lihat silsilah shahihah no 76.

[6] Dihasankan oleh Syaikh Al AlBani dalam silsilah shahihah no 2035.

[7] Lihat shahih Sunan Abi Dawud no 1331.

[8] Lihat sifat sholat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hal 165-167 karya Syaikh Al AlBani.

[9] Sunan Abu Dawud (1/562 no 1533).  Dishahihkan oleh Syaikh Al bani dalam Shahih Sunan Abu Dawud no 962.

[10] Shahih jami’ no 516.

[11] Dihasankan oleh Syaikh Al AlBani dalam silsilah shahihah no 2035.

[12] Lihat kitab Jalaa-ul Afhaam karya ibnu Qayyim hal 67 tahqiq Syaikh Masyhur Alu Salman.

[13] Asy Syafi’i dalam Al Umm (1/270). Namun di dalam sanadnya terdapat Mutharif bin Mazin, ia dianggap pendusta oleh Yahya bin Ma’in. Namun ibnul Jarud meriwayatkan dari jalan  Abdrurrazzaq dari Ma’mar dari Az Zuhri dari Abu Umamah bin Sahl bin Hanif. Ini adalah sanad hyang shahih. Oleh karena itu Syaikh Al AlBani menshahihkannya dalam irwa-ul ghalil no 734.

[14] Syaikh Al Albani berkata, “Shahih.” Lihat silsilah shahihah no 76.

[15] Al Adabul Mufrod 1/224 no 644.

[16] Dishahihkan oleh Syaikh Al AlBani dalam Shahih Jami’ no 5189.

[17] Dihasankan oleh Syaikh Al Bani dalam shahih sunan Abi Dawud. Syaikh Masyhur berkata dalam tahqiq jalaa-ul afhaam (hal 228), “Sanadnya shahih, dan dishahihkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya dan As Sakhawi dalam Al Qoulul Badie’.

[18] Al Baihaqi, Sunan Kubro 3/291.

Kapankah Disyari’atkan Membaca Basmalah?


1. Hendak makan
عن أبي حفص عمر بن أبي سلمة عبد الله بن عبد الأسد قال : كنت غلاما في حجر رسول الله صلى الله عليه وسلم وكانت يدي تطيش في الصفحة , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : يا غلام سم الله وكل بيمينك وكل مما يليك (متفق عليه).
Dari Abu Hafsh Umar bin Abi Salamah Abdullah bin Abdil Asad ia berkata : Aku seorang anak yang ada dalam asuhan Rosulullah sallalahu ‘alaihi wasallam, dan adalah tanganku berputar kesana kemari dalam nampan, maka Rosulullah sallallahu ‘alahi wasallam bersabda :” Wahai anak. Bacalah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah apa yang dekat darimu “. (Muttafaq ‘alaih)[1].
2. Hendak berjima’
عن ابن عباس أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : لو أن أحدكم إذا أتى أهله قال : بسم الله اللهم جنبنا الشيطان وجنب الشيطان ما رزقتنا , فقضي بينهما ولد لم يضره .
Dari Ibnu Abbas sesungguhnya Rosulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :” seandainya salah seorang dari kalian apabila hendak mendatangi istrinya berkata :” Ya Allah, jauhkanlah kami dari Setan, dan jauhkan Setan dari rizki yang Engkau berikan kepada kami “. Lalu ditakdirkan untuk keduanya anak, niscaya (setan) tidak akan memberinya mudlarat “. (Muttafaq ‘alaih)[2].
3. Meletakkan mayat
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
  قال إذا وضعتم موتاكم في القبر فقولوا بسم الله وعلى ملة رسول الله .
Dari ibnu Umar, Rosulullah sallalahu ‘alaihi wasallam bersabda :” Apabila kalian meletakkan mayat kalian dalam qubur, ucapkanlah :” bismillah wa ‘ala millati Rosulillah “. (Bismillah dan di atas millati Rosulillah). (HR Ahmad, ibnu Majah dan lainnya)[3].
4. Menyembelih.
Allah Ta’ala berfirman :
وَلاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
“ Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya, sesungguhnya perbuatan semacam itu adalah suatu kefasikan…”. (QS Al An’am 6 : 121).
Rosulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : ما أنهر الدم وذكر اسم الله فكل
“ (Binatang) yang dialirkan darahnya dan disebutkan nama Allah maka makanlah…”. (HR Bukhari dan Muslim)[4].
Demikian pula bagi yang hendak berburu dengan menggunakan anjing berburu, maka wajib membaca bismillah ketika hendak melepas anjingnya untuk berburu, berdasarkan hadits Adiy bin Hatim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِذَا أَرْسَلْتَ كَلْبَكَ الْمُعَلَّمَ وَذَكَرْتَ اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلْ
“Apabila kamu mengirim anjingmu yang telah diajari berburu dan kamu menyebut nama Allah maka makanlah.” (HR Muslim).
5. Hendak buang air
Rosulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
ستر ما بين الجن و عورات بني آدم إذا دخل أحدهم الخلاء أن يقول : بسم الله .
“ penutup antara Jinn dan aurat anak Adam apabila salah seorang dari mereka masuk wc, yaitu mengucapkan : bismillah “. (HR ibnu Majah dan lainnya)[5].
6. Ketika terpeleset
عن أبي المليح عن رجل قال كنت رديف النبي فعثرت دابته فقلت تعس الشيطان فقال لا تقل تعس الشيطان     فإنك إذا قلت ذلك تعاظم حتى يكون مثل البيت ويقول بقوتي ولكن قل بسم الله فإنك إذا قلت ذلك تصاغر حتى يكون مثل الذباب
Dari Abul Malih dari seseorang ia berkata :” Aku membonceng nabi sallallahu ‘alaihi wasallam, lalu untanya terpeleset, maka aku berkata :” Celaka setan ! beliau bersabda :” Jangan engkau katakan : Celaka Setan, karena jika engkau katakan demikian maka setan akan menjadi besar sehingga sebesar rumah, ia berkata :” Dengan kekuatanku”. Akan tetapi katakan :” Bismillah “, maka jika engkau katakan demikian ia akan menjadi kecil sehingga menjadi sebesar lalat “. (HR Abu Dawud[6] dan lainnya).
7. Masuk rumah
 عن جابر بن عبد الله أنه سمع النبي صلى الله عليه وسلم يقول : إذا دخل الرجل بيته فذكر الله عند دخوله وعند طعامه قال الشيطان : لا مبيت لكم ولا عشاء . وإذا دخل فلم يذكر الله عند دخوله قال الشيطان : أدركتم المبيت . وإذا لم يذكر الله عند طعامه قال : أدركتم المبيت والعشاء .
Dari Jabir bin Abdillah bahwa ia mendengar Nabi sallalahu ‘alaihi wasallam bersabda :” Apabila seseorang masuk rumahnya dan menyebut nama Allah ketika masuknya dan ketika makannya, setan berkata :” tidak ada tempat bermalam dan makan malam untuk kalian “. Dan apabila masuk tidak menyebut nama Allah ketika masuknya, setan berkata :” Kalian mendapatkan tempat bermalam “. Dan apabila tidak menyebut nama Allah ketika makannya, setan berkata :” kalian mendapatkan tempat bermalam dan makan “. (HR Muslim)[7].
8. Keluar rumah
عن أنس بن مالك أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : إذا خرج الرجل من بيته فقال بسم الله توكلت على الله لا حول ولا قوة إلا بالله قال يقال حينئذ هديت وكفيت ووقيت فتتنحى له الشياطين فيقول له شيطان آخر كيف لك برجل قد هدي وكفي ووقي .
            Dari Anas bin Malik sesungguhnya nabi sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :” Apabila seseorang keluar dari rumahnya dan membaca : “ bismillah aku bertawakal kepada Allah, dan tiada daya dan upaya kecuali dengan (idzin) Allah “. Akan dikatakan pada waktu itu :” engkau diberi hidayah, dicukupi dan dilindungi “, setan pun menyingkir darinya, dan setan lain akan berkata kepadanya :” Bagaimana engkau akan dapat mengganggu orang yang dikatakan padanya :” telah diberi hidayah, dicukupi dan dilindungi “. (HR Abu dawud, At Tirmidzi dan lainnya)[8].
9. Menulis surat
Sebagaimana yang dilakukan oleh Rosulullah sallallahu ‘alaihi wasallam ketika mengirim surat kepada Heraklius, yang bunyinya :” bismillahirrahmanirrahim dari Muhamad hamba Allah dan Rosul-Nya kepada Heraklius pembesar Romawi, keselamatan atas orang yang mengikuti hidayah, amma ba’du : Sesungguhnya aku menyerumu dengan seruan islam, masuk islamlah niscaya engkau akan selamat dan Allah akan memberimu dua kali pahala, dan jika engkau berpaling maka engkaulah yang akan menanggung dosa rakyatmu lalu beliau membacakan firman Allah surat Ali Imran : 64 “. (HR Bukhari)[9].
10. Ruqyah
Diantara ruqyah yang beliau ucapkan adalah :
بسم الله أرقيك من كل شيء يؤذيك ومن شر كل نفس أو عين حاسد , الله يشفيك بسم الله أرقيك .
“Bismillah aku meruqyahmu, dari segala sesuatu yang menyakitimu, dari dari kejahatan seluruh jiwa atau mata yang dengki, Allah yang menyembuhkanmu, bismillah aku meruqyahmu “. (HR Muslim)[10].
11. Hendak berwudlu
لا صلاة لمن لا وضوء له ولا وضوء لمن لم يذكر اسم الله عليه .
“ Tidak sah sholat bagi orang tidak berwudlu dan tidak sah wudlu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah padanya “. (HR Abu Dawud, ibnu Majah, Ahmad dan lainnya)[11].
11. Menutup pintu, memadamkan lampu, dan menutup bejana
إذا استنجح الليل أو كان جنح الليل فكفوا صبيانكم فإن الشياطين تنتشر حينئذ , فإذا ذهب ساعة من العشاء فخلوهم وأغلق بابك واذكر اسم الله وأطفئ مصباحك واذكر اسم الله وأوك سقاءك واذكر اسم الله وخمر إناءك واذكر اسم الله .
“ Apabila malam telah menjelang –atau apabila berada di awal malam- maka tahanlah anak anak kalian, karena pada waktu itu syetan syetan bertebaran, dan apabila telah pergi sesaat dari waktu isya maka biarkanlah mereka, tutuplah pintumu dan bacakan padanya nama Allah, padamkan lampu dan baca nama Allah, ikat siqo’ mu (bejana yang terbuat dari kulit untuk menyimpan air) dan baca nama Allah, tutup bejanamu dan baca nama Allah walaupun engkau hanya melintangkan diatasnya sesuatu “. (HR Bukhari dan Muslim)[12].
Kaidah
Ibnu Abdissalaam rahimahullah berkata :” perbuatan perbuatan hamba ada tiga macam : ada yang disunnahkan padanya membaca bismillah seperti wudlu, mandi, tayamum, menyembelih, membaca al qur’an, demikian pula disunnahkan untuk yang mubah seperti makan, minum, dan bersetubuh.
Adapula yang tidak disunnahkan membaca bismillah seperti hendak sholat, adzan, haji, umrah, dzikir dzikir dan do’a. adapula yang diharamkan yaitu (hendak melakukan) perbuatan perbuatan yang diharamkan, karena tujuan membaca bismillah adalah tabarruk untuk perbuatan yang akan dilaksanakan, sedangkan yang haram tidak diharapkan banyak dan keberkahannya, demikian pula yang makruh.
Beliau berkata :” dan membedakan ibadah yang disunnahkan padanya bismillah dengan yang tidak disunnahkan amat sulit. Jika ada yang berkata :” yang tidak disunnahkan adalah perbuatan yang mengandung keberkahan pada dirinya sehingga tidak butuh lagi untuk tabarruk “. Kita menjawab :” patokan ini tertolak dengan disunnahkannya bismillah ketika hendak membaca al qur’an, karena membaca al qur’an itu sendiri berkah “. Bila ia membaca basmalah pada bagian tersebut tentu boleh, akan tetapi yang menjadi pembicaraan kita adalah apakah ia sunnah, jika ia sunnah tentu telah dinukil dari Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam dan salafusshalih sebagaimana sunah sunah lain dinukil kepada kita “.[13]


[1] Al Bukhari dalam shahihnya no. 5376, dan Muslim dalam shahihnya no. 2022.
[2] Bukhari dalam shahihnya (141), dan Muslim dalam shahihnya (1434).
[3] Ahmad dalam musnadnya (2/27 no. 4812), ibnu Majah dalam sunannya (1/494 no. 1550).  Dan ini adalah lafadz Ahmad. Dan dishahihkan oleh Syaikh Al Bani
[4] Dikeluarkan oleh Al Bukhari dalam shahihnya (no 5543), dan Muslim (no 1968) dari Rafi’ bin Khadiij.
[5] Dikeluarkan oleh ibnu majah dalam sunannya (1/109 no 297) dari Ali. Dan dishahihkan oleh syaikh Al Bani dalam Shahih Al Jami’ no 3611).
[6] Dikeluarkan oleh Abu Dawud (4/296 no 4982). Syaikh Salim bin ‘Ied berkata :” Sanadnya shahih “. (kitab maqami’ asy syaithan hal. 48).
[7] Dikeluarkan oleh Muslim dalam shahihnya (3/1598 no 2018).
[8] Dikeluarkan oleh Abu Dawud dalam sunannya (no 5095), dan At Tirmidzi (3487). Dan dishahihkan oleh syaikh Al Bani dalam shahih sunan Tirmidzi (2724).
[9] Bukhari dalam shahihnya no. 7.
[10] Muslim dalam shahihnya (4/1718 no 2186) dari Abu Sa’id Al Khudri.
[11] Abu Dawud dalam sunannya (1/25 no 101), ibnu majah dalam sunannya (1/140 no 398, 399, 400), Ahmad dalam musnadnya (2/418 no 9408). Dan dihasankan oleh Syaikh Al Bani dalam irwa-ul ghalil (1/122).
[12] Bukhari dalam shahihnya (no 3280) dan Muslim dalam shahihnya (3/1595 no 2012).
[13] Lihat kitab tashhihud du’a karya Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid hal 274-275.
Tag : ,

Mualaf-Mualaf Yang Memiliki Pengaruh Besar Dalam Sejarah Islam



Keluarga Barmakid (600 M – 900 M)

Keluarga Barmakid adalah sebuah keluarga Budha yang berpengaruh dari daerah Balkh, sekarang berada di teritorial Afghanistan. Pada saat Dinasti Umayyah menaklukkan daerah tersebut, pada pertengahan tahun 600-an M, keluarga ini pun memeluk Islam. Setelah revolusi Abbasiyah tahun 750 M, keluarga Barmakid mulai menunjukkan bakat mereka sebagai administrator yang handal. Mereka mewarisi pengalaman nenek moyang mereka yang pernah mengurusi birokrasi kerajaan Persia selama berabad-abad. Pengalaman mengurusi birokrasi yang besar inilah yang tidak dimiliki oleh keluarga Abbasiyah.

Sebagai menteri atau pelaksana pemerintahan, keluarga Barmakid memiliki pengaruh yang signifikan dalam stabilitas kerajaan di akhir abad ke-8, Yahya bin Khalid al-Barmaki adalah adalah salah satu contohnya. Yahya ditunjuk sebagai mentor Harun al-Rasyid yang masih belia kala itu. Hasilnya sudah kita ketahui, Harun al-Rasyid dikenal sebagai khalifah terbaik di zaman Abbasiyah dan berhasil membawa kerajaan tersebut mencapai masa keemasan. Di bawah arahan dan bimbingannya, Harun al-Rasyid membangun hubungan yang baik dengan negara-negara tetangga, menumbuhkan ekonomi progresif, jaminan terhadap para ulama, dan sistem infrastruktur yang menyaingi kemegahan Romawi kuno di zamannya. Keluarga Barmakid lah yang sangat mempengaruhi menajemen perpolitikan dunia Islam yang berlangsung hingga beberapa abad.

Berke Khan (wafat tahun 1266 M)

Ia adalah cucu dari Jenghis Khan sang penakluk dari Mongol. Berke Khan merupakan tokoh penting dalam sejarah Mongol pada pertengahan tahun 1200-an M. Ia adalah raja Dinasti Golden Horde, salah satu generasi yang membawa bangsa Mongol mengecap masa keemasan mereka. Sebagaimana nenek moyangnya, Berke juga menganut paham Shamanisme sebelum ia memeluk Islam. Berke adalah seorang pemimpin yang kuat, ia pernah mengirim pasukan ke Utara pegunungan Kaukasus dan Tenggara Eropa untuk menaklukkan orang-orang Kipchak Turki. Ia juga memobilisasi pasukannya untuk menaklukkan seluruh wilayah Hungaria.

Setelah misi militernya selesai di wilayah-wilayah tersebut, dalam perjalanan pulang menuju Mongol, ia singgah di wilayah Bukhara, tempat dimana rasa keingintahuannya tentang Islam muncul. Lalu ia bertanya tentang Islam kepada penduduk setempat. Mendengar penjelasan-penjelasan tentang Islam, Berke meyakini pesan-pesan yang dibawa oleh agama Islam benar-benar sejalan dengan tujuan penciptaan manusia dan mendamaikan jiwanya yang tidak tenang dalam keyakinan animisme dan dinamisme yang dibawa oleh ajaran Shamaniah. Ia pun memutuskan untuk memeluk agama Islam sekaligus menjadi pemimpin Mongol pertama yang menerima Islam. Keislamannya juga diikuti oleh banyak prajuritnya.

Keislaman Berke dan pasukannya secara otomatis menanamkan jiwa persaudaraan mereka sesama umat Islam. Saat itulah mulai muncul ketegangan ditubuh pasukan Mongol, terutama dengan kubu sepupunya Hulagu Khan dari Dinasti Chagtai. Hulagu Khan adalah penguasa Mongol untuk wilayah bekas-bekas kerajaan Persia, ia dikenal kejam dan sangat mirip dengan kakek mereka Jenghis Khan. Hulagu telah membantai jutaan umat Islam dalam ekspansi-ekspansinya di wilayah-wilayah Islam.

Setelah mendengar jatuhnya Baghdad oleh sepupunya, Hulaghu Khan, pada tahun 1258, dengan penuh keyakinan dan semangat persaudaraan sesama muslim, ia kesampingkan pertalian darah atau nasabnya dengan Hulagu. Ia mengatakan “Hulagu telah memporak-porandakan semua kota-kota Islam dan membunuh khalifah, dengan pertolongan Allah aku akan membalas dan membuat perhitungan dengannya atas banyak darah umat Islam yang ia tumpahkan.” Dengan dukungan pasukan kerajaan Mamluk di Mesir, Berke memobilisasi pasukannya untuk memukul mundur pasukan Hulagu.

Zaganos Pasha (1446–1466 M)

Zagaros Pasha adalah seseorang yang berasal dari Yunani ada juga yang mengatakan seorang Albania. ia direkrut menjadi Yenicheri, korps elit kekaisaran Utsmani. Seperti Yenicheri lainnya, ia dibekali ilmu agama Islam, administrasi pemerintahan, dan pelatihan militer. Ia ditunjuk menjadi mentor dan penasihat calon raja ketujuh Dinasti Utsmani Sultan Mehmed II atau yang lebih dikenal dengan Sultan Muhammad al-Fatih yang masih sangat belia.

Saat Mehmed menjabat sebagai raja Utsmani, Zaragos pun diangkat menjadi seorang menteri. Zaragos selalu dilibatkan dalam semua urusan negara, terutama rencana penaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453. Saat penyerangan Konstantinopel, Zaragos ditugaskan mengepung benteng Konstantinopel dari bagian Utara, dan pasukannya merupakan rombongan pertama yang berhasil menyentuh dinding Konstantinopel yang dikenal begitu kokoh. Peninggalan-peninggalan Zaragos masih tersisa di wilayah Edrine berupa masjid, dapur umum, dan pemandian umum.

Ibrahim Muteferrika (1674 – 1745 M)

Isu yang sering diarahkan kepada kerajaan Utsmani adalah ilmu pengetahuan pada masa kerajaan ini tidak berkembang, stagnan, dan sangat minim dengan inovasi, tidak berbanding dengan luasnya wilayah kerajaan dan lamanya masa kekuasaan mereka. Seorang yang berasal dari Hungaria, Ibrahim Muteferrika, mendengar dan mengamati isu yang beredar ini. Sebagai seorang diplomat yang ditugaskan menjembatani hubungan Utsmani dan Eropa, khususnya Prancis dan Swedia, Ibrahim Muteferrika menangkap peluang dari kebangkitan Eropa (Renaissance) dimana penggunaan mesin cetak menjadi budaya baru dan menurut Ibrahim orang-orang Eropa belum optimal menggunakan alat tersebut. Ia pulang ke Istanbul dengan misi mengembangkan inovasi percetakan dengan alat tersebut.

Ibrahim mulai mencetak dan menerbitkan atlas dunia yang berisikan peta-peta berbagai negara, kamus-kamus, dan buku-buku agama. Di antara hasil percetakannya yang paling terkenal adalah sebuah atlas yang dibuat oleh seorang ahli geograpi yang terkenal, Katip Celebi, yang menggambarkan peta dunia di zaman tersebut dengan tingkat detail dan presisi yang luar biasa. Selain mengembangkan percetakan buku-buku, Ibrahim Muteferrika juga menulis beberapa buku tentang sejarah, teologi, sosiologi, dan astronomi.

Alexander Russel Webb (1846 – 1965 M)

Di akhir abad 19, dunia jurnalistik Amerika mulai memasuki era baru. Pengaruh dunia tulis-menulis sangat besar dan efektif dalam membentuk opini di masyarakat. Salah seorang yang berperan dalam perkembangan tersebut adalah Alexander Russel Webb. Awalnya, Webb adalah seseorang yang beragama Kristen, namun semakin hari agama tersebut malah menimbulkan keraguan baginya, hingga hilanglah kepercayaannya dengan agama Kristen.

Setelah kepercayaan terhadap agama Kristen hilang, ia mulai membuka diri dan mempelajari agama-agama selain Kristen. Dan tiba-tiba ia merasakan ketertarikan terhadap Islam. Ketika ditunjuk pemerintah Amerika untuk menjadi salah satu pejabat kedutaan Amerika di Philipina tahun 1887, ia menggunakan kesempatan ini untuk berkorespondensi dengan temannya, seorang penganut Ahmadiyah dari India dan bertanya tentang Islam kepadanya.

Meskipun keislamannya dimulai dengan menganut paham Ahmadiyah, ia terus mengembangkan wawasan keislamannya dengan menuntut ilmu ke berbagai negeri Islam dan bertemu dengan para ulama-ulama Islam sehingga ia mendapatkan pemahaman yang baik tentang Islam dan terlepas dari pengaruh Ahmadiyah.

Tahun 1893, ia mengundurkan diri dari dunia diplomatik dan kembali ke Amerika. Di negeri Paman Sam inilah ia memulai dakwahnya menyeru kepada Islam. Dengan kemampuan jurnalistiknya, ia menulis beberapa buku dan kolom-kolom opini di media masa menjelaskan kepada masyarakat Amerika tentang Islam. Di awal abad 20, ia semakin dikenal sebagai seorang muslim yang giat dan vokal dalam mendakwahkan Islam di Amerika, bahkan Sultan Utsmani, Sultan Abdul Hamid II, memberinya gelar kehormatan dari kerajaan sebagai apresiasi terhadap apa yang telah ia lakukan. Alexander Russel Webb wafat pada tahun 1916 dan dimakamkan di New Jesrey. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatinya.

Malcolm X (1925 – 1965 M)

Banyak hal yang bisa diceritakan dari perjalanan hidup Malcolm X karena perjalanan hidupnya tidak semulus tokoh-tokoh sebelumnya. Hidupnya sempat diwarnai rekam jejak negatif. Terlahir sebagai seorang kulit hitam adalah sebuah masalah di zamannya, karena masyarakat Amerika masih memarjinalkan orang-orang kulit hitam. Malcolm memulai masa mudanya yang keras dan berusaha menunjukkan eksistensinya di kehidupan, walaupun terkadang itu membawa masalah bagi dirinya sendiri. Ia pernah dikeluarkan oleh sekolahnya dan masuk bui di tahun 1946 karena kasus kriminal yang ia lakukan.

Selama 8 tahun mendekam di jeruji besi, Malcolm mulai terpengaruh dengan pemikiran “Negara Islam” yang dibawa oleh salah satu kelompok yang menyimpang yang didirikan pada tahun 1900-an. Kelompok ini mengkampanyekan supremasi orang-orang kulit hitam dan ras kulit putih adalah kelompok setan. Tentu saja latar belakang berdirinya kelompok ini adalah penindasan yang dilakukan oleh orang-orang kulit putih terhadap orang-orang kulit hitam. Setelah bebas dari penjara, Malcolm bertemu dengan “Nabi” gerakan NOI (Nation of Islam), Elijah Muhammad, Malcolm pun diangkat sebagai mentri dalam NOI.

Pada tahun 1950-an, Malcolm menduduki jabatan tertinggi dalam kelompok ini. Hal itu dikarenakan kecerdasannya dan retorikanya yang baik. Di era kebebasan Amerika kala itu, Malcolm menjadi seorang pejuang hak asasi yang terkemuka. Ia mengadvokasi hak-hak warga Amerika keturunan Afrika agar menjadi setara dengan orang-orang kulit putih. Perjuangan Malcolm ini sama halnya dengan Martin Luther King yang berusaha menjadikan hak warga kulit hitam setara dengan kulit putih, hanya saja, perjuangan Malcolm cenderung lebih keras dan radikal.

Tahun 1950-an terjadi transformasi lagi pada ideologi Malcolm, ia mulai melihat celah dan kekeliruan gerakan Nation of Islam. Ia pun meninggalkan gerakan ini dan mulai mengkaji Islam, mencari nilai-nilai murni dari ajaran Islam yang penuh kedamaian. Ketika ber-haji di tahun 1964, saat itulah ia menemukan hakikat ajaran Islam. Ia pulang ke Amerika lalu mengajarkan dan menyebarkan nilai-nilai dan ajaran-ajaran tersebut ke warga Afrika-Amerika di lingkungannya.

Di masa-masa perubahan ini pulalah Malcolm mulai angkat bicara tentang penyimpangan paham Nation of Amerika. Satu demi satu anggota Nation of Islam keluar dari gerakan tersebut, namun tidak sedikit pula anggota-anggota gerakan ini yang membenci dan memusuhinya. Puncaknya adalah pembunuhan terhadap dirinya pada tahun 1965 oleh anggota gerakan Nation of Islam.

Walaupun masa keislamannya tidak begitu lama, Malcolm X dianggap memiliki pengaruh besar bagi perjuangan umat Islam di Amerika dan persamaan hak warga kulit hitam yang termarjinalkan.

Oleh ustadz Nur Fitri Hadi, MA

Artikel www.KisahMuslim.com

Fikih Puasa (1): Syarat Wajib Puasa



Fikih Puasa (1): Syarat Wajib Puasa
Kategori: Bahasan Utama, Ramadhan6 Komentar // 13 Juni 2013
Sebentar lagi insya Allah kita akan memasuki bulan Ramadhan di mana kaum muslimin akan menjalani puasa yang wajib ketika itu. Tentu saja sebelum memasukinya ada persiapan ilmu yang harus kita miliki. ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata,

مَنْ عَبَدَ اللَّهَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِحُ

“Barangsiapa beribadah kepada Allah tanpa didasari ilmu, maka kerusakan yang diperbuat lebih banyak daripada kebaikan yang diraih.” (Majmu’ Al Fatawa, 2: 382). Jadi biar ibadah puasa kita tidak sia-sia, dasarilah dan awalilah puasa tersebut dengan ilmu.

Kali ini Muslim.Or.Id akan mengangkat pembahasan puasa dari kitab fikih Syafi’i yang sudah sangat ma’ruf di tengah-tengah kita yaitu kitab Matan Al Ghoyah wat Taqrib, disebut pula Ghoyatul Ikhtishor, atau ada pula yang menyebut Mukhtashor Abi Syuja’. Kitab ini disusun oleh Ahmad bin Al Husain Al Ashfahani Asy Syafi’i (hidup pada tahun 433-593 H). Lalu matan tersebut akan dijelaskan dari penjelasan ulama lainnya.

Al Qodhi Abu Syuja’ rahimahullah dalam Matan Abi Syuja’ mengatakan:

Ada empat syarat wajib puasa: (1) islam, (2) baligh, (3) berakal, (4) mampu menunaikan puasa.

Pengertian Puasa

Puasa secara bahasa berarti menahan diri (al imsak) dari sesuatu. Hal ini masih bersifat umum, baik menahan diri dari makan dan minum atau berbicara. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman tentang Maryam,

إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا

“Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah” (QS. Maryam: 26). Yang dimaksud berpuasa yang dilakukan oleh Maryam adalah menahan diri dari berbicara sebagaimana disebutkan dalam lanjutan ayat,

فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا

“Maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini” (QS. Maryam: 26).

Sedangkan secara istilah, puasa adalah:

إمساك مخصوص من شخص مخصوص في وقت مخصوص بشرائط

“Menahan hal tertentu yang dilakukan oleh orang tertentu pada waktu tertentu dengan memenuhi syarat tertentu.” (Lihat Kifayatul Akhyar, hal. 248).

Dalil Kewajiban Puasa

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183). Kata ‘kutiba’ dalam ayat ini berarti diwajibkan.

Yang diwajibkan secara khusus adalah puasa Ramadhan. Allah Ta’ala berfirman,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al Baqarah: 185). Al Qur’an dalam ayat ini diterangkan sebagai petunjuk bagi manusia menuju jalan kebenaran. Al Qur’an itu sendiri adalah sebagai petunjuk. Al Qur’an juga petunjuk yang jelas dan sebagai pembimbing untuk membedakan yang halal dan haram. Al Qur’an pun disebut Al Furqon, yaitu pembeda antara yang benar dan yang batil. Siapa yang menyaksikan hilal atau mendapatkan bukti adanya hilal ketika ia dalam keadaan mukim (tidak bersafar), maka hendaklah ia berpuasa.

Dari hadits shahih, dari ‘Abdullah bin ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ

“Islam dibangun di atas lima perkara: (1) bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, (2) mendirikan shalat, (3) menunaikan zakat, (4) haji, (5) puasa Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16).

Begitu pula yang mendukungnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada seorang Arab Badui. Dari Tholhah bin ‘Ubaidillah bahwa orang Arab Badui pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia pun bertanya,

أَخْبِرْنِى بِمَا فَرَضَ اللَّهُ عَلَىَّ مِنَ الصِّيَامِ قَالَ « شَهْرَ رَمَضَانَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ شَيْئًا »

“Kabarkanlah padaku mengenai puasa yang Allah wajibkan.” Rasul menjawab, “Yang wajib adalah puasa Ramadhan. Terserah setelah itu engkau mau menambah puasa sunnah lainnya.” (HR. Bukhari no. 1891 dan Muslim no. 11).

Bahkan ada dukungan ijma’ (konsensus ulama) yang menyatakan wajibnya puasa Ramadhan (Lihat At Tadzhib, hal. 108 dan Kifayatul Akhyar, hal. 248).

1- Syarat wajib puasa: islam

Orang yang tidak Islam tidak wajib puasa. Ketika di dunia, orang kafir tidak dituntut melakukan puasa karena puasanya tidak sah. Namun di akhirat, ia dihukum karena kemampuan dia mengerjakan ibadah tersebut dengan masuk Islam. (Lihat Al Iqna’, 1: 204 dan 404).

2- Syarat wajib puasa: baligh

Puasa tidak diwajibkan bagi anak kecil. Sedangkan bagi anak yang sudah tamyiz masih sah puasanya. Selain itu, di bawah tamyiz, tidak sah puasanya. Demikian dijelaskan dalam Hasyiyah Syaikh Ibrahim Al Baijuri, 1: 551.

Muhammad Al Khotib berkata, “Diperintahkan puasa bagi anak usia tujuh tahun ketika sudah mampu. Ketika usia sepuluh tahun tidak mampu puasa, maka ia dipukul.” (Al Iqna’, 1: 404).

Ada beberapa tanda baligh yang terdapat pada laki-laki dan perempuan:

ihtilam (keluarnya mani ketika sadar atau tertidur).
tumbuhnya bulu kemaluan. Namun ulama Syafi’iyah menganggap tanda ini adalah khusus untuk anak orang kafir atau orang yang tidak diketahui keislamannya, bukan tanda pada muslim dan muslimah.
Tanda yang khusus pada wanita: (1) datang haidh, dan (2) hamil.

Jika tanda-tanda di atas tidak didapati, maka dipakai patokan umur. Menurut ulama Syafi’iyah, patokan umur yang dikatakan baligh adalah 15 tahun. (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 8: 188-192).

Yang dimaksud tamyiz adalah bisa mengenal baik dan buruk atau bisa mengenal mana yang manfaat dan mudhorot (bahaya) setelah dikenalkan sebelumnya. Anak yang sudah tamyiz belum dikenai kewajiban syar’i seperti shalat, puasa atau haji. Akan tetapi jika ia melakukannya, ibadah tersebut sah. Bagi orang tua anak ini ketika usia tujuh tahun, ia perintahkan anaknya untuk shalat dan puasa. Jika ia meninggalkan ketika usia sepuluh tahun, maka boleh ditindak dengan dipukul. (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 14: 32-33).

3- Syarat wajib puasa: berakal

Orang yang gila, pingsan dan tidak sadarkan diri karena mabuk, maka tidak wajib puasa.

Jika seseorang hilang kesadaran ketika puasa, maka puasanya tidak sah. Namun jika hilang kesadaran lalu sadar di siang hari dan ia dapati waktu siang tersebut walau hanya sekejap, maka puasanya sah. Kecuali jika ia tidak sadarkan diri pada seluruh siang (mulai dari shubuh hingga tenggelam matahari), maka puasanya tidak sah. (Lihat Hasyiyah Syaikh Ibrahim Al Baijuri, 1: 551-552).

Mengenai dalil syarat kedua dan ketiga yaitu baligh dan berakal adalah hadits,

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِىِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ

“Pena diangkat dari tiga orang: (1) orang yang tidur sampai ia terbangun, (2) anak kecil sampai ia ihtilam (keluar mani), (3) orang gila sampai ia berakal (sadar dari gilanya).” (HR. Abu Daud no. 4403, An Nasai no. 3432, Tirmidzi no. 1423, Ibnu Majah no. 2041. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

4- Syarat wajib puasa: mampu untuk berpuasa

Kemampuan yang dimaksud di sini adalah kemampuan syar’i dan fisik. Yang tidak mampu secara fisik seperti orang yang sakit berat atau berada dalam usia senja atau sakitnya tidak kunjung sembut, maka tidak wajib puasa. Sedangkan yang tidak mampu secara syar’i artinya oleh Islam untuk puasa seperti wanita haidh dan nifas. Lihat Hasyiyah Syaikh Ibrahim Al Baijuri, 1: 552, dan Al Iqna’, 1: 404.

Mengenai apa yang jadi kewajiban orang-orang yang tidak mampu ketika tidak puasa, insya Allah akan dikaji oleh Abu Syuja’ dalam bahasan-bahasan selanjutnya.

Semoga bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.



Referensi:

Mukhtashor Abi Syuja’, Ahmad bin Al Husain Al Ashfahani Asy Syafi’i, terbitan Darul Minhaj, cetakan pertama, tahun 1428 H.
At Tadzhib fii Adillati Matan Al Ghoyah wat Taqrib, Prof. Dr. Musthofa Al Bugho, terbitan Darul Musthofa, cetakan kesebelas, tahun 1428 H.
Al Iqna’ fii Halli Alfazhi Abi Syuja’, Syamsudin Muhammad bin Muhammad Al Khotib, terbitan Al Maktabah At Tauqifiyah.
Kifayatul Akhyar fii Halli Ghoyatil Ikhtishor,  Taqiyuddin Abu Bakr Muhammad bin ‘Abdul Mu’min Al Hishni, terbitan Darul Minhaj, cetakan pertama, 1428 H.
Fathul Qorib (Al Qoulul Mukhtar fii Syarh Ghoyatil Ikhtishor), Syamsuddin Muhammad bin Qosim Al Ghozzi, terbitan Maktabah Al Ma’arif, cetakan pertama, 1432 H.
Hasyiyah Syaikh Ibrahim Al Baijuri ‘ala Syarh Al ‘Allamah Ibnul Qosim Al Ghozzi ‘ala Matan Abi Syuja’, terbitan Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah.
Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, terbitan Kementrian Wakaf dan Urusan Islamiyah Kuwait.


@ Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul, D. I. Yogyakarta, di Kamis pagi, 4 Sya’ban 1434 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

==========

Silakan like FB fanspage Muslim.Or.Id dan follow twitter @muslimindo


Dari artikel 'Fikih Puasa (1): Syarat Wajib Puasa — Muslim.Or.Id'
Tag : ,

- Copyright © i - HIKMAH - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -