- Back to Home »
- Muamalah »
- BEBASKAN DIRI DAN KELUARGA DARI BAHAYA RIBA
Posted by : Unknown
Selasa, 06 November 2012
Sesungguhnya keberadaan kita di dalam kehidupan dunia ini tiada lain hanyalah untuk menghambakan diri kepada Allah ta’ala semata. Hal ini sebagaimana Allah nyatakan dengan terang dan gamblang di dalam firman-Nya:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidaklah menciptkan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah hanya kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Untuk mewujudkan tujuan dan hikmah yang sangat agung dari penciptaan dua makhluk ini, Allah mengutus para nabi dan rasul-Nya dengan membawa aqidah yang lurus dan syariat yang sempurna agar mereka menyampaikannya kepada umatnya masing-masing. Dan nabi kita, Muhammad shallallahu alaihi wasallam telah diutus oleh Allah sebagi penutup para nabi dan rasul dengan membawa syariat yang paling sempurna dan adil. Beliau telah menjalankan tugas dakwah yg sangat mulia ini dengan sempurna.
Semangat Nabi Shallallahu alaihi wasallam dalam Membimbing Umatnya
Tidak ada satu kebaikan pun melainkan beliau telah menunjuki umat manusia kepadanya. Dan tiada satu keburukan pun melainkan beliau telah memperingatkan umat darinya dengan peringatan yang sangat tegas. Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:
إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبِىٌّ قَبْلِى إِلاَّ كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَيُنْذِرَهُمْ شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ
“Sesungguhnnya tiada seorang nabi pun sebelumku, melainkan ia wajib menunjuki umatnya kepada kebaikan yang ia ketahui, dan memperingatkan mereka dari keburukan yang ia ketahui untuk mereka.” (HR. Muslim III/1472 no.1844)
Di antara keburukan yang beliau peringatkan kepada umat adalah muamalah riba dengan berbagai jenis dan bahayanya di dunia dan akhirat.
Salah satu bukti otentik antusias Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam memperingatkan umatnya dari keburukan muamalah ribawi, adalah apa yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda:
« اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ » . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، وَمَا هُنَّ ؟ قَالَ : « الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ الرِّبَا ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ »
“Jauhilah oleh kalian tujuh perkara yang menghancurkan (maksudnya 7 dosa besar, pent)’. Mereka (para sahabat) bertanya; ‘Apa saja, wahai Rasulullah?’ Beliau bersabda; ‘Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah, memakan riba, makan harta anak yatim, berpaling dari medan perang, dan menuduh wanita mukminah yang baik-baik berbuat kekejian (zina).” (HR. al-Bukhari III/1017 no.2615, dan Muslim I/92 no.89).
Pengertian Memakan Harta Hasil Riba
Yang dimaksud dengan memakan riba bukan hanya sebatas menggunakan harta atau uang hasil riba untuk membeli makanan dan minuman lalu dikonsumsi oleh seseorang. Tetapi maknanya mencakup pengambilan dan pemanfaatan harta riba tersebut untuk segala kebutuhan hidup pribadinya dan keluarganya, seperti membangun rumah, membeli kendaraan, pakaian, tanah, biaya pengobatan, pendidikan, pajak listrik dan telepon, dan bahkan sekalipun digunakan untuk beribadah haji dan umroh atau selainnya.
Larangan memakan harta hasil riba juga berlaku bagi orang yang membayar atau memberi riba kepada orang lain, baik secara individu maupun lembaga keuangan seperti bank, bmt, koperasi, pegadaian, dan semisalnya. Demikian pula setiap orang yang terlibat dalam proses berlangsungnya muamalah ribawi, seperti orang yang mencatat atau menjadi saksinya. Mereka semua di hadapan Allah sama dalam hal hukum dan kedudukan, yaitu sama-sama telah berbuat dosa besar dan terkena laknat (kutukan) dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Hal ini sebagaimana diterangkan di dalam hadits berikut.
عَنْ جَابِرٍ قَالَ : لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
Dari Jabir radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, dua saksinya dan penulisnya.” Dan Beliau bersabda, “Mereka semua sama (kedudukannya dalam hal dosa, pent).”(Shahih. Diriwayatkan oleh Muslim III/1219 no. 1598).
Arti laknat ialah diusir dan dijauhkan dari rahmat dan kebaikan Allah ta’ala. Maka setelah kita mengetahui sedemikian besar akibat berinteraksi dengan riba, yaitu pelakunya dikutuk oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, maka apakah kita masih merasa tenang dan nyaman dalam menjalani hidup tanpa berhenti dan bertaubat kepada Allah, dalam rangka menyelamatkan diri kita dan keluarga kita dari ancaman laknat tersebut, dan demi membersihkan harta benda kita dari hal yang mengotorinya dan menghilangkan keberkahannya.
Bencana Yang Ditimbulkan Riba
Ingatlah wahai saudaraku seislam, bahwa harta benda sebanyak apapun yang kita miliki, jika diperoleh dengan cara yang haram atau tercampuri dengan harta hasil riba, maka akan menjadi bencana bagi kita di dunia dan akhirat. Di antara bencana-bencana yang ditimbulkan oleh riba bagi pelakunya adalah sebagai berikut:
- Hilangnya keberkahan pada harta.
Allah ta’ala berfirman:
َ يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
“Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah.” (QS. Al-Baqarah: 276)
- Orang yang berinteraksi dengan riba akan dibangkitkan oleh Allah pada hari kiamat kelak dalam keadaan seperti orang gila.
Allah ta’ala berfirman:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 275)
- Orang yang berinteraksi dengan riba akan disiksa oleh Allah dengan berenang di sungai darah dan mulutnya dilempari dengan bebatuan sehingga ia tidak mampu untuk keluar dari sungai tersebut.
Diriwayatkan dari Samuroh bin Jundub radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda menceritakan tentang siksaan Allah kepada para pemakan riba, bahwa “Ia akan berenang di sungai darah, sedangkan di tepi sungai ada seseorang yang di hadapannya terdapat bebatuan, setiap kali orang yang berenang dalam sungai darah hendak keluar darinya, lelaki yang berada di pinggir sungai tersebut segera melemparkan bebatuan ke dalam mulut orang tersebut, sehingga ia terdorong kembali ke tengah sungai, dan demikian itu seterusnya.”. (HR. Bukhari II/734 nomor 1979).
- Allah tidak akan menerima sedekah, infaq dan zakat yang dikeluarkan dari harta riba.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا
“Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu maha baik dan tidak akan menerima sesuatu kecuali yang baik.” (HR. Muslim II/703 nomor 1015, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu)
5. Do’a pemakan riba tidak akan didengarkan dan dikabulkan oleh Allah.
5. Do’a pemakan riba tidak akan didengarkan dan dikabulkan oleh Allah.
Di dalam hadits yang shohih, Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menceritakan
ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ ».
bahwa ada seseorang yang melakukan safar (bepergian jauh), kemudian menengadahkan tangannya ke langit seraya berdo’a, “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku!” Akan tetapi makanan dan minumannya berasal dari yang haram, pakaiannya haram dan dikenyangkan oleh barang yang haram. Maka bagaimana myngkin do’anya akan dikabulkan (oleh Allah)?”. (HR. Muslim II/703 no. 1015)
6. Memakan riba menyebabkan hati menjadi keras dan berkarat.
Allah ta’ala berfirman:
كَلا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Sekali-kali tidak (demikian), Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS. Al-Muthaffifin: 14)
diriwayatkan dari An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu anhu, ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ
“Ketahuilah di dalam jasad terdapat sepotong daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh badan. Namun jika ia rusak, maka rusaklah seluruh badan. Ketahuilah sepotong daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari 1/28 no. 52, dan Muslim III/1219 no.1599)
7. Badan yang tumbuh dari harta yang haram (riba dan selainnya) akan berhak disentuh api neraka.
Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari Ka’ab bi ‘Ujroh radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ إِنَّهُ لاَ يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلاَّ كَانَتِ النَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Wahai Ka’ab bin ‘Ujroh, sesungguhnya daging badan yang tumbuh berkembang dari sesuatu yang haram, akan berhak disentuh api neraka.” (HR. At-Tirmidzi II/512 no.614. dan dinyatakan Shohih Lighoirihi oleh syaikh Al-Albani di dalam Shohih At-Targhib wa At-Tarhib II/150 no.1729)
Demikianlah beberapa bencana besar dan pengaruh buruk yang akan dirasakan oleh setiap orang yang berinteraksi dengan riba.
Segera Bertaubat dengan Memebaskan Diri dan Keluarga dari Interaksi Riba
Jika telah mengerti dan meyakini bahwa muamalah ribawi tidak akan mendatangkan kebaikan dan keuntungan bagi siapapun di dunia dan akhirat, maka masihkah ada di antara kita yang berlarut-larut tenggelam di dalam kenikmatannya yang semu dan menipu itu? Masihkah ada di antara kita yang menunda-nunda taubat kepada Allah darinya sehingga ajal menjemputnya secara tiba-tiba?
Jangan sampai kematian telah sampai di tenggorokan lalu kita baru menyatakan taubat kepada Allah dan menampakkan penyesalan atas riba dan perbuatan-perbuatan haram lainnya? Sungguh taubat pada saat itu tidak akan diterima oleh Allah ta’ala sebagaimana firman-Nya:
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الآنَ وَلا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ أُولَئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
“Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan : ‘Sesungguhnya saya bertaubat sekarang.’ Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati, sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.” (Q.S. an-Nisâ’: 18)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ »
Dan diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba-Nya selama ia belum sekarat (nyawa sampai di pangkal tenggorokan, pent).” (HR. At-Tirmidzi V/547 no.3537, dan Ibnu Majah II/1240 no.4253)
Carilah Nafkah Yang Halal dan Baik
Maka dari itu, marilah kita semua bertaubat dengan segera dari interaksi dengan riba dan dosa-dosa lainnya. Sejak sekarang juga, kita jauhkan diri kita dan keluarga kita dari hal-hal yang membinasakan di dunia dan akhirat. Hendaknya kita juga berhenti dari profesi-profesi haram lainnya, dan menggantinya dengan mata pencaharian yang baik lagi halal. Karena memang Allah ta’ala telah mewajibkan kita semua agar bekerja mencari nafkah dan memakan yang baik lagi halal dari rezeki yang dianugerahkan kepada para hamba-Nya. Allah berfirman:
فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلالا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“Maka makanlah yang baik dari rezki yang telah diberikan oleh Allah kepadamu, dan syukuriklah ni’mat Allah jika kamu benar-benar menyembah-Nya.” (QS. An-Nahl: 114)
Ketahui dan yakinilah bahwa jatah rezeki setiap orang dari kita telah ditentukan kadarnya oleh Allah. tidak akan berkurang atau bertambah sedikitpun melebihi ketetapannya. Maka dari itu jangan sampai kita berambisi mengejar dan menumpuk harta dunia namun dengan menghalalkan segala cara. Sebab yang demikian ini justru akan membawa petaka bagi pelakunya itu sendiri.
Disebutkan dalam sebuah hadits yang shohih, dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
« لا تستبطئوا الرزق ، فإنه لم يكن عبد ليموت حتى يبلغ آخر رزق هو له ، فأجملوا في الطلب ، أخذ الحلال وترك الحرام »
“Janganlah merasa terlambat datangnya rezki (kepadanya, pent), karena sesungguhnya seseorang sekali-kali tidak akan meninggal dunia sehingga ia sampai pada jatah rezekinya yang terakhir. Maka carilah nafkah dengan cara yang baik, yaitu dengan mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram.”(HR. Al-Hakim II/IV no.2134, dan Ibnu Hibban VIII/33 no.3241, dan dinyatakan Shohih oleh syaikh Al-Albani di dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shohihah VI/108 no.2607, dan Shohih At-Targhib wa At-Tarhib II/143 no.1697).
Akhirnya kita memohon kepada Allah agar memberikan kepada kita semua rezeki yang halal dan baik, serta menganugerahkan kepada kita sikap qona’ah dan bersyukur atas segala limpahan nikmat dan karunianya. Dan kita memohon pula kepada Allah agar Dia melindungi kita semua dari segala keburukan yang akan membinasakan kita di dunia dan akhirat. Amiin. Wabillahi at-taufiq.
(Sumber: Majalah PENGUSAHA MUSLIM Edisi… Tahun 2011)