- Back to Home »
- Belajar Islam , Khutbah Jum'at »
- KHUTBAH JUM'AT : Renungan bagi Musafir
Posted by : Unknown
Jumat, 12 Oktober 2012
KHOTBAH PERTAMA
الْحَمْدُ
ِللهِ الَّذِيْ يَقْضِيْ بِالْحَقِّ وَالْعَدْلِ وَيَهْدِيْ مَنْ يَشَاءُ
إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ ، يُقَدِّرُ اْلأُمُوْرَ بِحِكْمَةٍ ،
وَيَحْكُمُ بِالشَّرَائِعِ لِحِكْمَةٍ وَهُوَالْحَكِيْمُ اْلعَلِيْمُ ،
أَرْسَلَ الرُّسُلَ مُبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ، وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ
اْلكِتَابَ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيْمَااخْتَلَفُوْافِيْهِ ،
وَلِيَقُوْمَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ وَيُؤْتُوْا كُلَّ ذِيْ حَقٍّ حَقَّهُ
مِنْ غَيْرِغُلُوٍّوَلاَتَقْصِيْرٍ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى أَلِهِ وَالتَّابِعِيْنَ
لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَمَ تَسْليمًا
Jamaah Jumat rahimakumullahMari kita tingkatkan ketakwaan kepada Allah Ta’ala dengan ketakwaan yang sebenar-benarnya, yaitu mengamalkan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam serta menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudia keluarga, sahabat-sahabatnya, serta pengikutnya sampai akhir zaman.
Jamaah Jumat rahimani wa rahimakumullah
Mungkin Anda mengira bahwa musafir di sini adalah setiap orang yang sedang melakukan perjalanan jauh. Tetapi, itu bukanlah yang dimaksud. Bahkan musafir di sini adalah setiap manusia yang tinggal di dunia. Mengapa kita sebut sebagai “musafir”? Hal itu, karena hidup manusia di dunia hanya sementara dan akan pergi meninggalkannya seperti halnya seorang musafir. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ اْلأَخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ
“Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat Itulah negeri yang kekal.” (QS. Ghaafir: 39)Namun sayang seribu sayang, kebanyakan orang tidak menyadari bahwa hidupnya di dunia hanya sementara. Padahal hal ini merupakan kebenaran yang tidak diragukan lagi dan kepastian yang tidak disangsikan lagi. Pernahkah Anda melihat ada orang yang hidup kekal di dunia dan tidak mati? Kalau pun ia diberi usia yang panjang, cobalah perhatikan akhirnya, ia akan tetap mati juga. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُم مَّيِّتُونَ
“Sesungguhnya kamu akan mati dan Sesungguhnya mereka akan mati (pula).” (QS. Az Zumar: 30)Al-Fudhail pernah berkata kepada seseorang: “Sudah berapa lama kamu menjalani hidup?” ia menjawab: “Enam puluh tahun.” Fudhail berkata: “Sudah enam puluh tahun Anda mengadakan perjalanan menuju Tuhanmu, dan sebentar lagi kamu akan sampai”, orang itu berkata: “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun“, Fudhail berkata: “Tahukah Anda maksud ucapan “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun“? sesungguhnya barangsiapa yang mengetahui bahwa dirinya adalah hamba Allah dan akan kembali kepada-Nya, maka hendaknya ia meyakini bahwa dirinya akan dihadapkan. Siapa saja yang meyakini bahwa dirinya akan dihadapkan, maka hendaknya ia mengetahui bahwa dirinya akan ditanya, maka persiapkanlah jawaban terhadap pertanyaan itu.”
Orang itu pun bertanya: “Lalu bagaimana jalan keluarnya?” Fudhail menjawab: “Mudah” orang itu bertanya, “Apa itu?” Fudhail menjawab, “Kamu perbaiki amalmu sekarang, niscaya amalmu di masa lalu akan diampuni. Hal itu, karena jika kamu malah memperburuk amalmu di masa sekarang, maka kamu akan diberi hukuman berdasarkan amal burukmu yang dahulu dan yang sekarang, dan amalan yang diperhatikan adalah amalan di akhir hayatnyaan amalan yang diperhatikan adalah akhirnya.”nya raaji’uun Fudhail berkata: “Tahukah Anda maksud ucapan “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”? sesungguhnya barangsiapa yang mengetahui bahwa dirinya adalah hamba Allah dan akan kembali kepada-Nya, maka hendaknya ia meyakini bahwa dirinya akan dihadapkan.
Siapa saja yang meyakini bahwa dirinya akan dihadapkan, maka hendaknya ia mengetahui bahwa dirinya akan ditanya, maka persiapkanlah jawaban terhadap pertanyaan itu.” Orang itu pun bertanya: “Lalu bagaimana jalan keluarnya?” Fudhail menjawab: “Mudah” orang itu bertanya, “Apa itu?” Fudhail menjawab, “Kamu perbaiki amalmu sekarang, niscaya amalmu di masa lalu akan diampuni.
Hal itu, karena jika kamu malah memperburuk amalmu di masa sekarang, maka kamu akan diberi hukuman berdasarkan amal burukmu yang dahulu dan yang sekarang, dan amalan yang diperhatikan adalah amalan di akhir hayatnya.” Jika demikian, sudahkah Anda mempersiapkan amalan?
Pentingnya Muhasabah
Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah
Muhasabah atau mengoreksi diri dan menghitung-hitung kesalahan adalah sesuatu yang sangat penting, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّاقَدَّمَتْ
لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Wahai
orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Hasyr: 18)Saudaraku, pernahkah Anda menyempatkan diri untuk berpikir sejenak tentang dirimu, apa saja ucapan yang Anda lontarkan dan apa saja perbuatan yang Anda lakukan? Pernahkah Anda menyempatkan diri untuk memperhatikan amal perbuatanmu apakah yang Anda lakukan merupakan amal shalih atau kemaksiatan? Jika maksiat, sudahkah Anda menutupinya dengan taubat dan istighfar? dan sudahkah Anda memperbaikinya dengan amal shalih?
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ
“Sesungguhnya
perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan perbuatan-perbuatan yang
buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (QS. Huud: 114)Cobalah berpikir sejenak dan sempatkanlah untuk itu sebelum tiba hari di mana saat itu tidak berguna lagi penyesalan:
وَهُمْ
يَصْطَرِخُونَ فِيهَا رَبَّنَآ أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ
الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُم مَّايَتَذَكَّرُ فِيهِ مَن
تَذَكَّرَ وَجَآءَكُمُ النَّذِيرُ فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِن
نَّصِيرٍ
“Ya Tuhan Kami, keluarkanlah kami (dari neraka)
niscaya Kami akan mengerjakan amal yang saleh berbeda dengan yang telah
kami kerjakan”. dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa
yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir, dan (apakah
tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?” (QS. Faathir: 37)Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu berkata: “Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab dan timbanglah dirimu sebelum kamu ditimbang.”
Keadaan Orang-Orang Terdahulu dengan Orang-Orang Sekarang
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ
الَّذِينَ هُم مِّنْ خَشْيَةِ رَبِّهِم مُّشْفِقُونَ {57} وَالَّذِينَ هُم
بِئَايَاتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ {58} وَالَّذِينَ هُم بِرَبِّهِمْ
لاَيُشْرِكُونَ {59} وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَآءَاتَوْا وَقُلُوبُهُمْ
وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ {60} أُوْلَئِكَ
يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ {61}
“Sesungguhnya
orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka—Dan
orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka,—Dan orang-orang
yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun),—Dan
orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati
yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali
kepada Tuhan mereka—Mereka itu bersegera untuk mendapat
kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (QS. Al Mu’minuun: 57-61)Aisyah radhiallahu ‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang ayat di atas, ujarnya: “Apakah orang tersebut adalah orang yang mencuri, berzina dan meminum khmar, namun dirinya takut kepada Allah ‘Azza wa Jallla?” Beliau menjawab: “Tidak, wahai puteri Abu Bakar, puteri Ash Shiddiq. Akan tetapi, dia adalah orang yang melakukan shalat, berpuasa dan bersedekah sedangkan diri mereka takut kepada Allah Azza wa Jalla.” (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Yakni mereka takut kalau seandainya ibadah mereka tidak diterima.
Seperti itulah keadaan kaum salaf yang terdahulu, mereka beribadah kepada Allah dengan rasa takut dan harap. Tidak seperti keadaan kta saat ini, hati kita takut tetapi masih tetap berbuat maksiat, hati kita berharap ingin masuk surga tetapi tidak mau beramal, sungguh jauh berbeda.
Ibnul Qayyim berkata, “Barang siapa yang memperhatikan para sahabat, dia akan mendapatkan mereka dalam keadaan banyak beramal dengan rasa takut yang tinggi. Adapun kita, kita menggabungnya dengan kurang beramal, bahkan kurang beramal dengan rasa aman.”
Dengarkan kata hati yang paling dalam!
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ضَرَبَ
اللَّهُ مَثَلًا صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا وَعَلَى جَنْبَتَيْ الصِّرَاطِ
سُورَانِ فِيهِمَا أَبْوَابٌ مُفَتَّحَةٌ وَعَلَى الْأَبْوَابِ سُتُورٌ
مُرْخَاةٌ وَعَلَى بَابِ الصِّرَاطِ دَاعٍ يَقُولُ أَيُّهَا النَّاسُ
ادْخُلُوا الصِّرَاطَ جَمِيعًا وَلَا تَتَفَرَّجُوا وَدَاعٍ يَدْعُو مِنْ
جَوْفِ الصِّرَاطِ فَإِذَا أَرَادَ يَفْتَحُ شَيْئًا مِنْ تِلْكَ
الْأَبْوَابِ قَالَ وَيْحَكَ لَا تَفْتَحْهُ فَإِنَّكَ إِنْ تَفْتَحْهُ
تَلِجْهُ وَالصِّرَاطُ الْإِسْلَامُ وَالسُّورَانِ حُدُودُ اللَّهِ
تَعَالَى وَالْأَبْوَابُ الْمُفَتَّحَةُ مَحَارِمُ اللَّهِ تَعَالَى
وَذَلِكَ الدَّاعِي عَلَى رَأْسِ الصِّرَاطِ كِتَابُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
وَالدَّاعِي فَوْقَ الصِّرَاطِ وَاعِظُ اللَّهِ فِي قَلْبِ كُلِّ مُسْلِمٍ
“Allah
memberikan perumpamaan berupa jalan yang lurus. Kemudian di atas kedua
sisi jalan itu terdapat dua dinding. Dan pada kedua dinding itu terdapat
pintu-pintu yang terbuka lebar. Kemudian di atas setiap pintu terdapat
tabir penutup yang halus. Dan di atas pintu jalan terdapat penyeru yang
berkata, ‘Wahai sekalian manusia, masuklah kalian semua ke dalam shirath
dan janganlah kalian menoleh kesana kemari.’ Sementara di bagian dalam
dari Shirath juga terdapat penyeru yang selalu mengajak untuk menapaki
Shirath, dan jika seseorang hendak membuka pintu-pintu yang berada di
sampingnya, maka ia berkata, ‘Celaka kamu, jangan sekali-kali kamu
membukanya. Karena jika kamu membukanya maka kamu akan masuk
kedalamnya.’ Ash Shirath itu adalah Al Islam. Kedua dinding itu
merupakan batasan-batasan Allah Ta’ala. Sementara pintu-pintu yang
terbuka adalah hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Dan adapun penyeru di
depan shirath itu adalah Kitabullah (Alquran) ‘Azza wa Jalla. Sedangkan
penyeru dari atas shirath adalah penasihat Allah (naluri) yang terdapat
pada setiap hati seorang mukmin.” (HR. Ahmad dan Hakim, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani)Khalid bin Ma’dan radhiallahu ‘anhu berkata: “Tidak ada seorang hamba pun kecuali memiliki dua mata di wajahnya, di mana dengan keduanya dia memandang dunia. Ada lagi dua mata yang ada di hatinya, di mana dengan keduanya dia memAndang akhirat. Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada seorang hamba, maka Allah akan membuka dua mata yang ada di hatinya, ia pun melihat janji Allah yang masih ghaib, dan apabila Allah menghendaki selain itu, maka Allah akan membiarkan keadaannya”, kemudian ia membaca ayat:
أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَآ
“Ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24).”Ya,
أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْءَانَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَآ
“Apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24)
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْانِ الْعَظِيْمِ , وَنَفَعَنِيْ
وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلأَيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ ,
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ الله َلِيْ وَلَكُمْ وَلِكَافَةِ
الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ , فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ
الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
KHOTBAH KEDUA
اَلحَمْدُ
لِلّهِ الوَاحِدِ القَهَّارِ، الرَحِيْمِ الغَفَّارِ، أَحْمَدُهُ تَعَالَى
عَلَى فَضْلِهِ المِدْرَارِ، وَأَشْكُرُهُ عَلَى نِعَمِهِ الغِزَارِ،
وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ
العَزِيْزُ الجَبَّارُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّداً عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ المُصْطَفَى المُخْتَار، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ
الطَيِّبِيْنَ الأَطْهَار، وَإِخْوَنِهِ الأَبْرَارِ، وَأَصْحَابُهُ
الأَخْيَارِ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ مَا تُعَاقِبُ اللَيْلَ
وَالنَّهَار
Cara MuhasabahIbnul Qayyim menjelaskan cara memuhasabah diri yaitu sbb:
Pertama, melihat amalan fardhu, jika dilihatnya ada yang kurang, maka ia berusaha mengejarnya.
Kedua, melihat larangan, jika dilihatnya bahwa dirinya mengerjakan larangan, maka ia tutupi dengan taubat dan istighfar serta mengiringinya dengan amal saleh yang memang dapat menghapusnya.
Ketiga, melihat sikap lalai pada dirinya, maka disusul dengan dzikr dan mendekatkan diri kepada Allah.
Keempat, melihat tindakan yang dilakukan anggota badan, ucapan yang dilontarkan oleh lisan, langkah yang dilakukan oleh kaki, gerakan yang dilakukan oleh tangan, pandangan yang dilihat oleh mata dan pendengaran yang dilakukan oleh telinga untuk apa semua dilakukan? Karena siapa melakukannya dan bagaimana bentuk yang dilakukannya?
Jangan Hilangkan Pahala Amal dengan Kemaksiatan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«
أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ » . قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لاَ
دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ . فَقَالَ « إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِى
يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِى قَدْ
شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا
وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ
فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ
مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِى النَّارِ » .
“Tahukah
kamu siapakah orang yang bangkrut? Para sahabat menjawab: “Menurut
kami, orang yang bangkrut adalah orang yang tidak memiliki uang dirham
dan harta benda.” Beliau menjawab: “Sesungguhnya orang yang bangkrut di
antara umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat membawa pahala shalat,
puasa, zakat dan amal saleh lainnya, namun ia pernah memaki si fulan,
menuduh si fulan, memakan harta si fulan, menumpahkan darah si fulan,
memukul badan si fulan. Lalu untuk membayar perlakukannya, dibayarlah
dengan amal salehnya yang akan diberikan ke si fulan dan si fulan.
Sehingga ketika amal salehnya habis padahal belum selesai pembayaran
dari amal salehnya, maka dosa-dosa orang lain diambil dan diletakkan kepada dirinya sehingga ia pun dilempar ke neraka.” (HR. Muslim)
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللَّهُمَّ
إِنَّا نَسْأَلُكَ فِيْ مَقَامِنَا هَذَا وَفِيْ انْتِظَارِفَرِيْضَةٍ
مِنْ فَرَائِضِكَ اَّلتِيْ مَنَنْتَ بِفَرْضِهَا عَلَيْنَا نَسْأَلُكَ
بِأَنْ نَشْهَدَ أَنَّكَ أَنْتَ اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ اْلأَحَدُ
الصَّمَدُ الَّذِيْ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ
كُفُوًا أَحَدٌ , يَا مَنَّانُ ياَ بَدِيْعُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ, يَا
ذَاالْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ , يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ, نَسْأَلُكَ أَنْ
تُحَبِّبْ إِلَيْنَا اْلإِيْمَانَ وَتُزَيِّنْهُ فِيْ قُلُوْبِنَا
وَتُرَسِّخْهُ فِيْهَا وَأَنْ تُكْرِهْ إِلَيْنَا اْلكُفْرَ وَالْفُسُوْقَ
وَالْعِصْيَانَ وَتُبَاعِدْهَا عَنَّا وَأَنْ تُهَيِّئْ لِْلأَمَّةِ
اْلإِسْلاَمِيَّةِ مِنْ أَمْرِهَا رُشْدًا وُلاَةً صَالِحِيْنَ يَقْضُوْنَ
بِالْحَقِّ وَبِهِ يَعْدِلُوْنَ لاَ يَخَافُوْنَ فِيْ اللهِ لَوْمَةَ
لاَئِمٍ لاَ يُحَابُّوْنَ قَرِيْبًا لِقُرْبِهِ وَلاَ قَوِيًّا لِقُوَّتِهِ
, وَأَنْ تَحْفَظَ عَلَيْنَا دِيْنَنَا وَتُثْبِتَنَا عَلَيْهِ إِلَى
الْمَمَاتِ إِنَّكَ جَوَادٌ كَرِيْمٌ
Renungan bagi Musafir
KHOTBAH PERTAMA
الْحَمْدُ
ِللهِ الَّذِيْ يَقْضِيْ بِالْحَقِّ وَالْعَدْلِ وَيَهْدِيْ مَنْ يَشَاءُ
إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ ، يُقَدِّرُ اْلأُمُوْرَ بِحِكْمَةٍ ،
وَيَحْكُمُ بِالشَّرَائِعِ لِحِكْمَةٍ وَهُوَالْحَكِيْمُ اْلعَلِيْمُ ،
أَرْسَلَ الرُّسُلَ مُبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ، وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ
اْلكِتَابَ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيْمَااخْتَلَفُوْافِيْهِ ،
وَلِيَقُوْمَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ وَيُؤْتُوْا كُلَّ ذِيْ حَقٍّ حَقَّهُ
مِنْ غَيْرِغُلُوٍّوَلاَتَقْصِيْرٍ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى أَلِهِ وَالتَّابِعِيْنَ
لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَمَ تَسْليمًا
Jamaah Jumat rahimakumullahMari kita tingkatkan ketakwaan kepada Allah Ta’ala dengan ketakwaan yang sebenar-benarnya, yaitu mengamalkan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam serta menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudia keluarga, sahabat-sahabatnya, serta pengikutnya sampai akhir zaman.
Jamaah Jumat rahimani wa rahimakumullah
Mungkin Anda mengira bahwa musafir di sini adalah setiap orang yang sedang melakukan perjalanan jauh. Tetapi, itu bukanlah yang dimaksud. Bahkan musafir di sini adalah setiap manusia yang tinggal di dunia. Mengapa kita sebut sebagai “musafir”? Hal itu, karena hidup manusia di dunia hanya sementara dan akan pergi meninggalkannya seperti halnya seorang musafir. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ اْلأَخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ
“Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat Itulah negeri yang kekal.” (QS. Ghaafir: 39)Namun sayang seribu sayang, kebanyakan orang tidak menyadari bahwa hidupnya di dunia hanya sementara. Padahal hal ini merupakan kebenaran yang tidak diragukan lagi dan kepastian yang tidak disangsikan lagi. Pernahkah Anda melihat ada orang yang hidup kekal di dunia dan tidak mati? Kalau pun ia diberi usia yang panjang, cobalah perhatikan akhirnya, ia akan tetap mati juga. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُم مَّيِّتُونَ
“Sesungguhnya kamu akan mati dan Sesungguhnya mereka akan mati (pula).” (QS. Az Zumar: 30)Al-Fudhail pernah berkata kepada seseorang: “Sudah berapa lama kamu menjalani hidup?” ia menjawab: “Enam puluh tahun.” Fudhail berkata: “Sudah enam puluh tahun Anda mengadakan perjalanan menuju Tuhanmu, dan sebentar lagi kamu akan sampai”, orang itu berkata: “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun“, Fudhail berkata: “Tahukah Anda maksud ucapan “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun“? sesungguhnya barangsiapa yang mengetahui bahwa dirinya adalah hamba Allah dan akan kembali kepada-Nya, maka hendaknya ia meyakini bahwa dirinya akan dihadapkan. Siapa saja yang meyakini bahwa dirinya akan dihadapkan, maka hendaknya ia mengetahui bahwa dirinya akan ditanya, maka persiapkanlah jawaban terhadap pertanyaan itu.”
Orang itu pun bertanya: “Lalu bagaimana jalan keluarnya?” Fudhail menjawab: “Mudah” orang itu bertanya, “Apa itu?” Fudhail menjawab, “Kamu perbaiki amalmu sekarang, niscaya amalmu di masa lalu akan diampuni. Hal itu, karena jika kamu malah memperburuk amalmu di masa sekarang, maka kamu akan diberi hukuman berdasarkan amal burukmu yang dahulu dan yang sekarang, dan amalan yang diperhatikan adalah amalan di akhir hayatnyaan amalan yang diperhatikan adalah akhirnya.”nya raaji’uun Fudhail berkata: “Tahukah Anda maksud ucapan “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”? sesungguhnya barangsiapa yang mengetahui bahwa dirinya adalah hamba Allah dan akan kembali kepada-Nya, maka hendaknya ia meyakini bahwa dirinya akan dihadapkan.
Siapa saja yang meyakini bahwa dirinya akan dihadapkan, maka hendaknya ia mengetahui bahwa dirinya akan ditanya, maka persiapkanlah jawaban terhadap pertanyaan itu.” Orang itu pun bertanya: “Lalu bagaimana jalan keluarnya?” Fudhail menjawab: “Mudah” orang itu bertanya, “Apa itu?” Fudhail menjawab, “Kamu perbaiki amalmu sekarang, niscaya amalmu di masa lalu akan diampuni.
Hal itu, karena jika kamu malah memperburuk amalmu di masa sekarang, maka kamu akan diberi hukuman berdasarkan amal burukmu yang dahulu dan yang sekarang, dan amalan yang diperhatikan adalah amalan di akhir hayatnya.” Jika demikian, sudahkah Anda mempersiapkan amalan?
Pentingnya Muhasabah
Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah
Muhasabah atau mengoreksi diri dan menghitung-hitung kesalahan adalah sesuatu yang sangat penting, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّاقَدَّمَتْ
لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Wahai
orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Hasyr: 18)Saudaraku, pernahkah Anda menyempatkan diri untuk berpikir sejenak tentang dirimu, apa saja ucapan yang Anda lontarkan dan apa saja perbuatan yang Anda lakukan? Pernahkah Anda menyempatkan diri untuk memperhatikan amal perbuatanmu apakah yang Anda lakukan merupakan amal shalih atau kemaksiatan? Jika maksiat, sudahkah Anda menutupinya dengan taubat dan istighfar? dan sudahkah Anda memperbaikinya dengan amal shalih?
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ
“Sesungguhnya
perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan perbuatan-perbuatan yang
buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (QS. Huud: 114)Cobalah berpikir sejenak dan sempatkanlah untuk itu sebelum tiba hari di mana saat itu tidak berguna lagi penyesalan:
وَهُمْ
يَصْطَرِخُونَ فِيهَا رَبَّنَآ أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ
الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُم مَّايَتَذَكَّرُ فِيهِ مَن
تَذَكَّرَ وَجَآءَكُمُ النَّذِيرُ فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِن
نَّصِيرٍ
“Ya Tuhan Kami, keluarkanlah kami (dari neraka)
niscaya Kami akan mengerjakan amal yang saleh berbeda dengan yang telah
kami kerjakan”. dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa
yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir, dan (apakah
tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?” (QS. Faathir: 37)Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu berkata: “Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab dan timbanglah dirimu sebelum kamu ditimbang.”
Keadaan Orang-Orang Terdahulu dengan Orang-Orang Sekarang
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ
الَّذِينَ هُم مِّنْ خَشْيَةِ رَبِّهِم مُّشْفِقُونَ {57} وَالَّذِينَ هُم
بِئَايَاتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ {58} وَالَّذِينَ هُم بِرَبِّهِمْ
لاَيُشْرِكُونَ {59} وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَآءَاتَوْا وَقُلُوبُهُمْ
وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ {60} أُوْلَئِكَ
يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ {61}
“Sesungguhnya
orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka—Dan
orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka,—Dan orang-orang
yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun),—Dan
orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati
yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali
kepada Tuhan mereka—Mereka itu bersegera untuk mendapat
kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (QS. Al Mu’minuun: 57-61)Aisyah radhiallahu ‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang ayat di atas, ujarnya: “Apakah orang tersebut adalah orang yang mencuri, berzina dan meminum khmar, namun dirinya takut kepada Allah ‘Azza wa Jallla?” Beliau menjawab: “Tidak, wahai puteri Abu Bakar, puteri Ash Shiddiq. Akan tetapi, dia adalah orang yang melakukan shalat, berpuasa dan bersedekah sedangkan diri mereka takut kepada Allah Azza wa Jalla.” (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Yakni mereka takut kalau seandainya ibadah mereka tidak diterima.
Seperti itulah keadaan kaum salaf yang terdahulu, mereka beribadah kepada Allah dengan rasa takut dan harap. Tidak seperti keadaan kta saat ini, hati kita takut tetapi masih tetap berbuat maksiat, hati kita berharap ingin masuk surga tetapi tidak mau beramal, sungguh jauh berbeda.
Ibnul Qayyim berkata, “Barang siapa yang memperhatikan para sahabat, dia akan mendapatkan mereka dalam keadaan banyak beramal dengan rasa takut yang tinggi. Adapun kita, kita menggabungnya dengan kurang beramal, bahkan kurang beramal dengan rasa aman.”
Dengarkan kata hati yang paling dalam!
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ضَرَبَ
اللَّهُ مَثَلًا صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا وَعَلَى جَنْبَتَيْ الصِّرَاطِ
سُورَانِ فِيهِمَا أَبْوَابٌ مُفَتَّحَةٌ وَعَلَى الْأَبْوَابِ سُتُورٌ
مُرْخَاةٌ وَعَلَى بَابِ الصِّرَاطِ دَاعٍ يَقُولُ أَيُّهَا النَّاسُ
ادْخُلُوا الصِّرَاطَ جَمِيعًا وَلَا تَتَفَرَّجُوا وَدَاعٍ يَدْعُو مِنْ
جَوْفِ الصِّرَاطِ فَإِذَا أَرَادَ يَفْتَحُ شَيْئًا مِنْ تِلْكَ
الْأَبْوَابِ قَالَ وَيْحَكَ لَا تَفْتَحْهُ فَإِنَّكَ إِنْ تَفْتَحْهُ
تَلِجْهُ وَالصِّرَاطُ الْإِسْلَامُ وَالسُّورَانِ حُدُودُ اللَّهِ
تَعَالَى وَالْأَبْوَابُ الْمُفَتَّحَةُ مَحَارِمُ اللَّهِ تَعَالَى
وَذَلِكَ الدَّاعِي عَلَى رَأْسِ الصِّرَاطِ كِتَابُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
وَالدَّاعِي فَوْقَ الصِّرَاطِ وَاعِظُ اللَّهِ فِي قَلْبِ كُلِّ مُسْلِمٍ
“Allah
memberikan perumpamaan berupa jalan yang lurus. Kemudian di atas kedua
sisi jalan itu terdapat dua dinding. Dan pada kedua dinding itu terdapat
pintu-pintu yang terbuka lebar. Kemudian di atas setiap pintu terdapat
tabir penutup yang halus. Dan di atas pintu jalan terdapat penyeru yang
berkata, ‘Wahai sekalian manusia, masuklah kalian semua ke dalam shirath
dan janganlah kalian menoleh kesana kemari.’ Sementara di bagian dalam
dari Shirath juga terdapat penyeru yang selalu mengajak untuk menapaki
Shirath, dan jika seseorang hendak membuka pintu-pintu yang berada di
sampingnya, maka ia berkata, ‘Celaka kamu, jangan sekali-kali kamu
membukanya. Karena jika kamu membukanya maka kamu akan masuk
kedalamnya.’ Ash Shirath itu adalah Al Islam. Kedua dinding itu
merupakan batasan-batasan Allah Ta’ala. Sementara pintu-pintu yang
terbuka adalah hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Dan adapun penyeru di
depan shirath itu adalah Kitabullah (Alquran) ‘Azza wa Jalla. Sedangkan
penyeru dari atas shirath adalah penasihat Allah (naluri) yang terdapat
pada setiap hati seorang mukmin.” (HR. Ahmad dan Hakim, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani)Khalid bin Ma’dan radhiallahu ‘anhu berkata: “Tidak ada seorang hamba pun kecuali memiliki dua mata di wajahnya, di mana dengan keduanya dia memandang dunia. Ada lagi dua mata yang ada di hatinya, di mana dengan keduanya dia memAndang akhirat. Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada seorang hamba, maka Allah akan membuka dua mata yang ada di hatinya, ia pun melihat janji Allah yang masih ghaib, dan apabila Allah menghendaki selain itu, maka Allah akan membiarkan keadaannya”, kemudian ia membaca ayat:
أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَآ
“Ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24).”Ya,
أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْءَانَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَآ
“Apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24)
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْانِ الْعَظِيْمِ , وَنَفَعَنِيْ
وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلأَيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ ,
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ الله َلِيْ وَلَكُمْ وَلِكَافَةِ
الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ , فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ
الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
KHOTBAH KEDUA
اَلحَمْدُ
لِلّهِ الوَاحِدِ القَهَّارِ، الرَحِيْمِ الغَفَّارِ، أَحْمَدُهُ تَعَالَى
عَلَى فَضْلِهِ المِدْرَارِ، وَأَشْكُرُهُ عَلَى نِعَمِهِ الغِزَارِ،
وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ
العَزِيْزُ الجَبَّارُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّداً عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ المُصْطَفَى المُخْتَار، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ
الطَيِّبِيْنَ الأَطْهَار، وَإِخْوَنِهِ الأَبْرَارِ، وَأَصْحَابُهُ
الأَخْيَارِ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ مَا تُعَاقِبُ اللَيْلَ
وَالنَّهَار
Cara MuhasabahIbnul Qayyim menjelaskan cara memuhasabah diri yaitu sbb:
Pertama, melihat amalan fardhu, jika dilihatnya ada yang kurang, maka ia berusaha mengejarnya.
Kedua, melihat larangan, jika dilihatnya bahwa dirinya mengerjakan larangan, maka ia tutupi dengan taubat dan istighfar serta mengiringinya dengan amal saleh yang memang dapat menghapusnya.
Ketiga, melihat sikap lalai pada dirinya, maka disusul dengan dzikr dan mendekatkan diri kepada Allah.
Keempat, melihat tindakan yang dilakukan anggota badan, ucapan yang dilontarkan oleh lisan, langkah yang dilakukan oleh kaki, gerakan yang dilakukan oleh tangan, pandangan yang dilihat oleh mata dan pendengaran yang dilakukan oleh telinga untuk apa semua dilakukan? Karena siapa melakukannya dan bagaimana bentuk yang dilakukannya?
Jangan Hilangkan Pahala Amal dengan Kemaksiatan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«
أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ » . قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لاَ
دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ . فَقَالَ « إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِى
يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِى قَدْ
شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا
وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ
فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ
مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِى النَّارِ » .
“Tahukah
kamu siapakah orang yang bangkrut? Para sahabat menjawab: “Menurut
kami, orang yang bangkrut adalah orang yang tidak memiliki uang dirham
dan harta benda.” Beliau menjawab: “Sesungguhnya orang yang bangkrut di
antara umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat membawa pahala shalat,
puasa, zakat dan amal saleh lainnya, namun ia pernah memaki si fulan,
menuduh si fulan, memakan harta si fulan, menumpahkan darah si fulan,
memukul badan si fulan. Lalu untuk membayar perlakukannya, dibayarlah
dengan amal salehnya yang akan diberikan ke si fulan dan si fulan.
Sehingga ketika amal salehnya habis padahal belum selesai pembayaran
dari amal salehnya, maka dosa-dosa orang lain diambil dan diletakkan kepada dirinya sehingga ia pun dilempar ke neraka.” (HR. Muslim)
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللَّهُمَّ
إِنَّا نَسْأَلُكَ فِيْ مَقَامِنَا هَذَا وَفِيْ انْتِظَارِفَرِيْضَةٍ
مِنْ فَرَائِضِكَ اَّلتِيْ مَنَنْتَ بِفَرْضِهَا عَلَيْنَا نَسْأَلُكَ
بِأَنْ نَشْهَدَ أَنَّكَ أَنْتَ اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ اْلأَحَدُ
الصَّمَدُ الَّذِيْ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ
كُفُوًا أَحَدٌ , يَا مَنَّانُ ياَ بَدِيْعُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ, يَا
ذَاالْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ , يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ, نَسْأَلُكَ أَنْ
تُحَبِّبْ إِلَيْنَا اْلإِيْمَانَ وَتُزَيِّنْهُ فِيْ قُلُوْبِنَا
وَتُرَسِّخْهُ فِيْهَا وَأَنْ تُكْرِهْ إِلَيْنَا اْلكُفْرَ وَالْفُسُوْقَ
وَالْعِصْيَانَ وَتُبَاعِدْهَا عَنَّا وَأَنْ تُهَيِّئْ لِْلأَمَّةِ
اْلإِسْلاَمِيَّةِ مِنْ أَمْرِهَا رُشْدًا وُلاَةً صَالِحِيْنَ يَقْضُوْنَ
بِالْحَقِّ وَبِهِ يَعْدِلُوْنَ لاَ يَخَافُوْنَ فِيْ اللهِ لَوْمَةَ
لاَئِمٍ لاَ يُحَابُّوْنَ قَرِيْبًا لِقُرْبِهِ وَلاَ قَوِيًّا لِقُوَّتِهِ
, وَأَنْ تَحْفَظَ عَلَيْنَا دِيْنَنَا وَتُثْبِتَنَا عَلَيْهِ إِلَى
الْمَمَاتِ إِنَّكَ جَوَادٌ كَرِيْمٌ