- Back to Home »
- Wanita »
- Saudariku, Inilah Kemuliaanmu! (Seri 2)
Posted by : Unknown
Senin, 15 Oktober 2012
Beberapa contoh hukum-hukum syariat Islam yang menggambarkan pemuliaan dan penghargaan Islam terhadap kaum perempuan.
1. Kewajiban memakai jilbab pakaian yang menutupi semua aurat secara sempurna [Lihat kitab Hiraasatul Fadhiilah (hal. 53)] ) bagi wanita ketika berada di luar rumah.
Allah Ta’ala berfirman,
{يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ
لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ
مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ
وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا}
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak
perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin agar hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga mereka tidak
diganggu/disakiti. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Ahzaab:59).Dalam ayat ini Allah menjelaskan kewajiban memakai jilbab bagi wanita dan hikmah dari hukum syariat ini, yaitu: “supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga mereka tidak diganggu/disakiti”.
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata: “Ini menunjukkan bahwa gangguan (bagi wanita dari orang-orang yang berakhlak buruk) akan timbul jika wanita itu tidak mengenakan jilbab (yang sesuai dengan syariat). Hal ini dikarenakan jika wanita tidak memakai jilbab, boleh jadi orang akan menyangka bahwa dia bukan wanita yang ‘afifah (terjaga kehormatannya), sehingga orang yang ada penyakit (syahwat) dalam hatiya akan mengganggu dan menyakiti wanita tersebut, atau bahkan merendahkan/melecehkannya… Maka dengan memakai jilbab (yang sesuai dengan syariat) akan mencegah (timbulnya) keinginan-keinginan (buruk) terhadap diri wanita dari orang-orang yang mempunyai niat buruk.”[Kitab Taisiirul Kariimir Rahmaan (hal. 489)].
2. Kewajiban memasang hijab/tabir untuk melindungi perempuan dari pandangan laki-laki yang bukan mahram-nya.
Allah Ta’ala berfirman menerangkan hikmah agung disyariatkannya hijab/tabir antara laki-laki dan perempuan,
{وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ}
“Dan apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka
(isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang
demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (QS. al-Ahzaab: 53).Syaikh Muhammad bin Ibarahim Alu syaikh berkata: “(Dalam ayat ini) Allah menyifati hijab/tabir sebagai kesucian bagi hatinya orang-orang yang beriman, laki-laki maupun perempuan, karena mata manusia kalau tidak melihat (sesuatu yang mengundang syahwat, karena terhalangi hijab/tabir) maka hatinya tidak akan berhasrat (buruk). Oleh karena itu, dalam kondisi ini hati manusia akan lebih suci, sehingga (peluang) tidak timbulnya fitnah (kerusakan) pun lebih besar, karena hijab/tabir benar-benar mencegah (timbulnya) keinginan-keinginan (buruk) dari orang-orang yang ada penyakit (dalam) hatinya.” [Kitab Al-Hijaabu wa Fadha-iluhu (hal. 3)].
3. Kewajiban wanita untuk menetap di dalam rumah dan hanya boleh keluar rumah jika ada kepentingan yang dibenarkan dalam agama. [Lihat kitab Hiraasatul Fadhiilah (hal. 53)].
Allah Azza wa Jalla berfirman,
{وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ
وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى، وَأَقِمْنَ
الصَّلَاةَ وَآَتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ، إِنَّمَا
يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ
وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا}
“Dan hendaklah kalian (wahai istri-istri Nabi) menetap di
rumah-rumah kalian dan janganlah kalian bertabarruj (sering keluar rumah
dengan berhias dan bertingkah laku) seperti (kebiasaan) wanita-wanita
Jahiliyah yang dahulu, dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan
taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak
menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait (istri-istri Nabi) dan
membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzaab:33).Dalam hadits yang shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya wanita adalah aurat, maka jika dia keluar (rumah) setan akan mengikutinya (menghiasainya agar menjadi fitnah bagi laki-laki), dan keadaanya yang paling dekat dengan Rabb-nya (Allah) adalah ketika dia berada di dalam rumahnya.” [HR. Ibnu Khuzaimah (no. 1685), Ibnu Hibban (no. 5599) dan At-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Ausath (no. 2890), dinyatakan shahih oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Al-Mundziri dan Syaikh Al-Albani dalam Silsilatul Ahaaditsish Shahiihah (no. 2688)].
Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah ketika menerangkan hikmah agung diharamkannya tabarruj dalam Islam, beliau berkata, “Adapun dalam agama Islam maka perbuatan ini (tabarruj) diharamkan, dengan kuat dan kokohnya keimanan yang menancap dalam hati seorang wanita muslimah, dalam rangka (mewujudkan) ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta (dalam rangka) menghiasi diri dengan kesucian dan kemuliaan, menghindarkan diri dari kehinaan, juga (dalam rangka) menjauhi perbuatan dosa, memperhitungkan pahala dan ganjaran (dari-Nya), serta takut akan siksaan-Nya yang pedih. Maka wajib bagi para wanita muslimah untuk bertakwa kepada Allah dan menjauhi (semua perbuatan) yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, supaya mereka tidak ikut serta dalam menyusupkan kerusakan di dalam (tubuh) kaum muslimin, dengan tersebarnya perbuatan-perbuatan keji, merusak (moral) anggota keluarga dan rumah tangga, serta merajalelanya perbuatan zina. Juga supaya mereka tidak menjadi sebab yang mengundang pandangan mata yang berkhianat dan hati yang berpenyakit (yang menyimpan keinginan buruk) kepada mereka, sehingga mereka berdosa dan menjadikan orang lain (juga) berdosa.” [ Kitab Hiraasatul Fadhiilah (hal. 105)].
4. Tugas dan tanggung jawab kaum wanita, yaitu mendidik dan mengarahkan anak-anak di dalam rumah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“ألا كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته، … والمرأة راعية على بيت بعلها وولده وهي مسؤولة عنهم”
“Ketahuilah, kalian semua adalah pemimpin dan kalian semua akan
dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpinnya…seorang wanita
(istri) adalah pemimpin di rumah suaminya bagi anak-anaknya, dan dia
akan dimintai pertanggungjawaban tentang (perbuatan) mereka.” [HR. Al-Bukhari (no. 2416) dan Muslim (no. 1829)].Tugas dan tanggung jawab ini menunjukkan agungnya kedudukan dan peran kaum wanita dalam Islam, karena merekalah pendidik pertama dan utama generasi muda Islam, yang dengan memberikan bimbingan yang baik bagi mereka, berarti telah mengusahakan perbaikan besar bagi masyarakat dan umat Islam.
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Sesungguhnya kaum wanita memiliki peran yang agung dan penting dalam upaya memperbaiki (kondisi) masyarakat, hal ini dikarenakan (upaya) memperbaiki (kondisi) masyarakat itu ditempuh dari dua sisi,
- Yang pertama: perbaikan (kondisi) di luar (rumah), yang dilakukan di pasar, mesjid dan tempat-tempat lainnya di luar (rumah). Yang perbaikan ini didominasi oleh kaum laki-laki, karena merekalah orang-orang yang beraktifitas di luar (rumah).
- Yang kedua: perbaikan di balik dinding (di dalam rumah), yang ini dilakukan di dalam rumah. Tugas (mulia) ini umumnya disandarkan kepada kaum wanita, karena merekalah pemimpin/pendidik di dalam rumah.
- Jumlah kaum wanita sama dengan jumlah laki-laki, bahkan lebih banyak dari laki-laki. Ini berarti umat manusia yang terbanyak adalah kaum wanita, sebagaimana yang ditunjukkan dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam…Berdasarkan semua ini, maka kaum wanita memiliki peran yang sangat besar dalam memperbaiki (kondisi) masyarakat.
- Awal mula tumbuhnya generasi baru adalah dalam asuhan para wanita, yang ini semua menunjukkan mulianya tugas kaum wanita dalam (upaya) memperbaiki masyarakat.[Kitab Daurul Mar-ati fi Ishlaahil Mujtama (hal. 3-4)].
Contoh-contoh di atas cuma sebagian kecil dari hukum-hukum syariat yang menggambarkan penghargaan dan pemuliaan Islam terhadap kaum perempuan. Oleh karena itulah, seorang wanita muslimah yang telah mendapatkan anugerah hidayah dari Allah Ta’ala untuk berpegang teguh dengan agama ini, hendaklah dia merasa bangga dalam menjalankan hukum-hukum syariat-Nya. Karena dengan itulah dia akan meraih kemuliaan yang hakiki di dunia dan akhirat, dan semua itu jauh lebih agung dan utama dari pada semua kesenangan duniawi yang dikumpulkan oleh manusia.
Allah Ta’ala berfirman,
{قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ}
“Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah
dengan itu mereka (orang-orang yang beriman) bergembira (berbangga),
kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa (kemewahan
duniawi) yang dikumpulkan (oleh manusia).’” (QS. Yunus:58).“Karunia Allah” dalam ayat ini ditafsirkan oleh para ulama ahli tafsir dengan “keimanan kepada-Nya”, sedangkan “Rahmat Allah” ditafsirkan dengan “Al-Quran”. [ Lihat keterangan Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab Miftahu Daaris Sa’aadah (1/227)].
Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman,
{وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ}
“Dan kemuliaan (yang sebenarnya) itu hanyalah milik Allah, milik
Rasul-Nya dan milik orang-orang yang beriman, akan tetapi orang-orang
munafik itu tiada mengetahui.” (QS. Al-Munaafiqun:8).Dalam ucapannya yang terkenal Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Dulunya kita adalah kaum yang paling hina, kemudian Allah memuliakan kita dengan agama islam, maka kalau kita mencari kemuliaan dengan selain agama islam ini, pasti Allah akan menjadikan kita hina dan rendah.” [Riwayat Al Hakim dalam Al Mustadrak (1/130), dinyatakan shahih oleh Al Hakim rahimahullah dan disepakati oleh Adz Dzahabi rahimahullah].
Penutup
Dalam al-Qur’an Allah Yang Maha Adil dan Bijaksana telah menjelaskan sebab untuk meraih kemuliaan yang hakiki di dunia dan akhirat bagi laki-laki maupun perempuan, yang sesuai dengan kondisi dan kodrat masing-masing.
Renungkanlah ayat yang mulia berikut ini,
{الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ}
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian
yang lain(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan
sebahagian dari harta mereka. Maka Wanita yang saleh adalah wanita yang
taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh
karena Allah telah memelihara (memberi taufik kepadanya).” (QS. An-Nisaa’:34).Semoga Allah Ta’ala menjadikan tulisan ini bermanfaat dan sebagai nasihat bagi para wanita muslimah untuk kembali kepada kemuliaan mereka yang sebenarnya dengan menjalankan petunjuk Allah dalam agama Islam.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 25 Syawwal 1430 HPenulis Ustadz Abdullah bin Taslim Al Buthany, M.A.